FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KONFLIK ETNIS RAKHINE DAN ROHINGYA DI MYANMAR TAHUN 2012
Abstract
Myanmar merupakan sebuah negara dengan tingkat keragaman etnis yang
tinggi yaitu sebanyak 135 etnis mendiami kawasan ini. Namun, warga Rohingya
etnis Bengali tidak diakui oleh pemerintah junta militer sebagai warga negara
sehingga mereka sering mengalami tindak diskriminasi. Kebijakan junta militer
yang bersikap represif dan anarkis terhadap etnis Rohingya mulai terlihat secara
nyata sejak operasi Naga Min tahun 1978. Ne Win melancarkan Operasi Raja
Naga yaitu operasi militer dalam skala besar di Arakan, operasi ini ditujukan
untuk membasmi kelompok Mujahidin yang dituduh melakukan upaya separatis
di wilayah utara Arakan. Warga Rohingya banyak yang mengalami penyiksaan,
penangkapan sewenang-wenang, dan pembunuhan massal. Mereka dituduh
berafiliasi dengan para pemberontak Mujahidin yang ingin mendirikan negara
Islam di daerah Mayu, Rakhine utara berbatasan dengan Bangladesh. Banyak
warga Rohingya terutama etnis Bengali yang melarikan diri ke Bangladesh untuk
berlindung dari operasi militer tersebut. Sejak peristiwa itulah, warga Rohingya
dianggap sebagai imigran gelap. Mereka tidak memiliki kartu tanda penduduk di
Myanmar dan hidup sengsara sampai saat ini.
Adanya diskriminasi yang dialami oleh warga Rohingya etnis Bengali telah
menimbulkan konflik etnis yang berkepanjangan dengan Rakhine. Hal ini
dikarenakan junta militer yang memutuskan untuk mendirikan sebuah negara
bagian di Myanmar Barat dengan memberikan privilege kepada minoritas
penduduk Rakhine daripada mayoritas warga Rohingya, padahal terdapat
kebijakan bahwa negara bagian terbentuk atas dasar kelompok etnis mayoritas.
Pada tahun 1989, Provinsi Arakan berganti nama menjadi Provinsi Rakhine. Sejak
saat itu, sering meletup konflik antara warga Rohingya etnis Bengali dengan
penduduk lokal Rakhine.
Dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yang mengacu
pada pengumpulan data berbasis pada penelitian pustaka yang didapat melalui
jurnal, koran on-line, artikel ilmiah, dan lain-lain. Selain itu penelitian ini
menggunakan metode analisa data yang bersifat deduksi artinya berfikir dengan
mempergunakan premis-premis umum, kemudian bergerak menuju premis yang
lebih khusus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik etnis Rohingya dan Rakhine
tidak lepas dari keterlibatan junta militer, faktor-faktor penyebab konflik etnis
dilihat dari faktor struktural yaitu negara lemah dan geografi etnis yang berbatasan
langsung dengan India dan Bangladesh, politik berupa diskriminasi institusi
politik, elit politik yang dikuasai oleh junta militer dengan adanya kebijakan
Burmanisasi dan nasionalisme agama Buddha, diskriminasi ekonomi karena
modernisasi Provinsi Rakhine dengan adanya proyek pembagunan infrastruktur
pelabuhan Sittwe dan pembangunan eksplorasi gas Shwe yang memaksa junta
militer merelokasi penduduk yang tinggal disekitar proyek tepatnya di desa
Kyaukpyu bahkan mereka didukung oleh biksu-biksu untuk menyebarkan
kebencian terhadap Muslim notabene warga Rohingya yang tinggal di sekitar
proyek sehingga konflik antar etnis antara Rakhine dengan warga Rohingya etnis
Bengali tidak bisa dipungkiri sering terjadi di Myanmar, sedangkan dari faktor
sosial dan budaya karena diskriminasi budaya dan pemahaman sejarah yang
kurang tepat dari setiap pandangan masing-masing etnis.
Sementara itu, pemicu secara internal yaitu pemerkosaan Ma Thida Htwe
oleh tiga pemuda Rohingya dan pemilahan batas negara yang tidak
memperhatikan logika etnis sehingga memutuskan pemerintah junta militer untuk
tidak mengakui warga Rohingya etnis Bengali sebagai warga negara Myanmar
bahkan pemerintah memutuskan anak Muslim yang lahir di Provinsi Rakhine
tidak boleh mendapat akta kelahiran dan tidak diberlakukannya National
Registration Cards (NRC) atau kartu penduduk di negara Myanmar bagi
penduduk yang memeluk agama Islam.