Show simple item record

dc.contributor.advisorEKATJAHJANA, WIDODO
dc.contributor.advisorJAYUS
dc.contributor.authorSuratno, Sadhu Bagas
dc.date.accessioned2015-12-10T10:41:04Z
dc.date.available2015-12-10T10:41:04Z
dc.date.issued2015-12-10
dc.identifier.nim130720101001
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/67279
dc.description.abstractSecara konstitusional Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga peradilan sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman di samping Mahkamah Agung yang dibentuk melalui perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembentukan Mahkamah Konstitusi dilatarbelakangi oleh konsepsi negara hukum yang menjadikan konstitusi sebagai the supreme law of the land yang harus dijaga konstitusionalitasnya karena di dalamnya terdapat landasan filosofis dan cita-cita bangsa Indonesia. Dalam rangka menegakkan konstitusi, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum sebagaimana tercantum dalam Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketentuan tersebut kemudian diderivasi lebih terperinci dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Namun dalam perkembangannya, terdapat beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang tidak sesuai atau tidak diatur dalam undang-undang Mahkamah Konstitusi. Diantaranya ialah putusan konstitusional bersyarat (conditionally constitutional), putusan sela dan ultra petita. Selain itu, perkembangan cara berhukum MK yang tidak terikat pada teks undang-undang (mengesampingkan undang-undang) juga tampak pada beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang berdimensi penemuan hukum (rechtsvinding). Dalam tatanan praktik, kegiatan hakim dalam melakukan penemuan hukum ternyata identik dengan karakter hukum progresif, yang menganggap bahwa hukum bukanlah institusi yang mutlak dan final, karena hukum selalu berada dalam proses untuk terus menerus menjadi (law as a process law in the making). Dalam konteks yang demikian, hukum akan tampak selalu bergerak, berubah mengikuti dinamika kehidupan manusia. Akibatnya, hal ini akan mempengaruhi cara berhukum yang tidak sekedar terjebak dalam ritme kepastian hukum semata, tetapi juga keadilan dan kemanfaatan.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectMahkamah Konstitusien_US
dc.subjectPenemuan Hukumen_US
dc.subjectHukum Progresifen_US
dc.titlePenemuan Hukum Berbasis Hukum Progresif Oleh Hakim Mahkamah Konstitusi Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record