OPTIMASI HYDROXYPROPYL METHYLCELLULOSE DAN CHITOSAN PADA TABLET FLOATING-MUCOADHESIVE GLICLAZIDE METODE DESAIN FAKTORIAL
Abstract
Gliclazide merupakan salah satu obat antidiabetik oral yang memiliki
perbedaan dosis antara dosis konvensional dan dosis sustained release. Dosis
konvensional gliclazide yaitu 80-320 mg/hari sedangkan dosis sustained
releasenya yaitu 30-120 mg/hari (APA, 2009) sehingga pembuatan sediaan
sustained release dari gliclazide akan menguntungkan pasien baik dari segi biaya
maupun dari segi keamanan. Salah satu pendekatan untuk membuat sediaan
sustained release yaitu gastroretentive drug delivery system (GRDDS) karena
bahan aktif mudah diabsorbsi pada saluran pencernaan. GRDDS dapat dilakukan
dengan berbagai macam pendekatan seperti densitas atau ukuran yang pada
dasarnya masih memiliki kekurangan, oleh karena itu diperlukan kombinasi
sistem (Floating-Mucoadhesive) untuk menutupi kekurangan tersebut agar
diperoleh absorbsi obat yang maksimal. Floating atau sistem densitas rendah
memanfaatkan isi cairan lambung untuk mengapung sedangkan mucoadhesive
memanfaatkan mukosa epitel lambung untuk melekat dengan tujuan retensi di
lambung.
HPMC K4M dipilih sebagai polimer floating karena mampu membantu
mengapungkan partikel obat dan juga dapat membuat densitas tablet menjadi
lebih rendah daripada cairan lambung sehingga tablet dapat mengapung dan
melepaskan obat secara terkontrol. Chitosan dipilih sebagai polimer
mucoadhesive karena chitosan merupakan polimer hidrofilik kationik yang
memiliki sifat mucoadhesive baik yang tidak beracun, biokompatibel, dan
biodegradabel
Sistem floating yang digunakan yaitu effervescent system. Rincian hasil uji
floating lag time yaitu F4> F2> F3 >F1 dengan nilai F1 tercepat dan nilai F4
terbesar (paling lambat). Nilai respon dari efek faktor polimer HPMC K4M
sebagai polimer tunggal (+77, 25 ) > chitosan (+68,25) > interaksi (+34,75). Nilai
positif mengindikasikan terjadinya proses floating lag time melambat. Semakin
besar nilai positifnya maka proses floating lag time semakin lama. Nilai respon
dari efek faktor menunjukkan interaksi polimer antara HPMC dan chitosan lebih
dominan dalam mempercepat floating lag time karena nilai respon floating lag
time paling kecil jika dibandingkan efek faktor tunggal HPMC dan chitosan.
Sementara untuk hasil uji floating duration time tidak terdapat perbedaan respon
signifikan yaitu semua formula memenuhi kriteria selama 12 jam.
Pada pengujian mucoadhesive diperoleh rincian hasil uji yaitu
F3>F4>F1>F2 dengan nilai F3 terbesar. Peningkatan konsentrasi chitosan
menghasilkan peningkatan kekuatan mucoadhesive dengan efek terbesar
ditunjukkan chitosan (+44,135) > interaksinya (-16,795) > HPMC K4M (-
27,335). Hal ini terjadi karena chitosan merupakan polimer kationik yang
memiliki kekuatan mucoadhesive lebih baik dibandingkan golongan non ionic
(contohnya HPMC). Analisis respon optimum menunjukkan F1 dan F2 tidak
memenuhi rentang 50 gram – 100 gram.
Profil pelepasan obat DE720 memberikan hasil dengan rincian
F3>F1>F4>F2. Peningkatan konsentrasi polimer baik HPMC K4M memberikan
pelepasan obat yang minimum dengan efek faktor chitosan (+12,636) > interaksi
(+3,744) > HPMC K4M (-38,673). Nilai negatif yang semakin besar
menunjukkan semakin sulitnya obat untuk dilepaskan. Pelepasan obat dari sistem
HPMC K4M menjadi lebih lambat karena adanya kandungan viskositas HPMC
K4M yang tinggi sehingga dapat mempengaruhi pelepasan obat menjadi lebih
lambat. Analisis respon optimum menunjukkan hanya F4 yang memenuhi rentang
49,72%-60,42%.
Penentuan daerah optimum dilakukan dengan menggabungkan overlay
plot dari ketiga respon (overlay plot super-imposed). Hasil yang diperoleh yaitu
jumlah HPMC K4M 120,944 -144,751 mg sedangkan jumlah chitosan 55,095 –
74,142 mg.. Dari analisis software diperoleh 99 macam komposisi HPMC K4M
dan chitosan yang dapat memberikan respon optimum.
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1469]