Show simple item record

dc.contributor.advisorHarianto, Aries
dc.contributor.advisorJayus
dc.contributor.authorPRIHAPSARI, ANINDITHA BUDI
dc.date.accessioned2015-12-07T07:34:39Z
dc.date.available2015-12-07T07:34:39Z
dc.date.issued2015-12-07
dc.identifier.nim130720101011
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/66925
dc.description.abstractSistem kerja alih daya di Indonesia telah ada dalam sejarah perburuhan di Indonesia dan saat ini telah ditetapkan dalam Peraturan Perundang-Undangan. Namun yang menjadi persoalan adalah pelaksanaan alih daya dalam beberapa tahun setelah terbitnya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan selanjutnya disingkat UU Ketenagakerjaan masih mengalami berbagai kelemahan terutama disebabkan oleh kurangnya regulasi yang dikeluarkan Pemerintah maupun sebagai ketidakadilan dalam pelaksanaan hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja. Namun demikian saat ini praktik Alih daya tidak dapat dihindari oleh pekerja apalagi bagi pengusaha yang sangat merasakan manfaatnya hal-hal tersebut mendapatkan legalitas tanpa mengindahkan hal-hal yang dilarang dalam UU Ketenagakerjaan. Sistem kerja alih daya ini membuat para pekerja tidak berhenti untuk terus memperjuangkan penghapusan alih daya dari UU Ketenagakerjaan. Mulai dari melakukan demonstrasi dari berbagai serikat pekerja dan aliansi buruh hingga mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pasal-pasal yang mengatur mengenai alih daya. Pekerja berharap pasal-pasal tersebut dihapuskan atau ditinjau kembali sehingga mampu mengadopsi kepentingan para pekerja yaitu mendapatkan keadilan, perlindungan upah, jaminan kesejahteraan serta diberikannya hak-hak yang harus diperoleh pekerja. Dalam perkembangannya tak lama setelah Undang-Undang Ketenagakerjaan diberlakukan, beberapa serikat pekerja/buruh mengajukan perlawanan atas legalisasi sistem alih daya dan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu). Mereka mengajukan uji materi atau judicial review ke MK. Permasalahan dalam penelitian ini ada 2 (dua) yaitu: mengenai sistem alih daya dalam UU Ketenagakerjaan telah sesuai dengan asas-asas perlindungan bagi pekerja/buruh dan mengkaji serta menganalisis keputusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011 telah memenuhi perspektif asas-asas perlindungan hukum bagi pekerja/buruh. Metodologi yang digunakan adalah dengan yuridis normatif dan menggunakan 3 (tiga) pendekatan yaitu: pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan kasus (case Approach). Hasil kajian dan analisis ini adalah: pertama, perlindungan hukum yang diberikan kepada pekerja alih daya yang diatur pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2013 antara lain adalah perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/buruh, upah, jasa, dan Jamsostek, Berdasarkan hal tersebut membuktikan bahwa UU Ketenagakerjaan berikut peraturan pelaksanaanya sudah sesuai memberikan jaminan atas perlindungan dan kepastian hukum bagi pekerja/buruh yang sesuai dengan asas-asas perlindungan bagi pekerja/buruh; kedua, adanya putusan MK terkait dengan uji materil Pasal UU Ketenagakerjaan ini, berimplikasi terhadap beberapa hal terkait dengan adanya bentuk perlindungan hukum bagi tenaga kerja. Pertama terkait dengan hubungan kerja berdasarkan Perjanjian kerja waktu tidak ix tertentu, pekerja yang putus hubungan kerja harus mendapat pesangon selain itu dapat diberlakukan masa percobaan. Perjanjian kerja antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan alih daya harus memuat syarat pengalihan perlindungan hak pekerja demikian juga antara perusahaan alih daya dengan pekerjaannya. Dalam hal terjadi penggantian perusahaan alih daya, maka kontrak kerja tetap dilanjutkan dengan perusahaan yang baru. Masa kerja yang telah dilalui pada perusahaan lama harus tetap dianggap ada dan diperhitungkan oleh perusahaan baru. Tidak boleh ada perbedaan hak antara pekerja tetap pada perusahaan pemberi pekerjaan dengan pekerja alih daya pada pekerjaan yang sama yakni memegang pada prinsip keadilan yang telah memenuhi perspektif asas perlindungan bagi pekerja/buruh. Berdasarkan hasil penelitian tersebut direkomendasikan, bahwa pertama, diperlukan adanya banyak pihak yang berperan aktif untuk menegakkan peraturan yang sudah ada antara lain: peran pengusaha, peran pemerintah serta peran serikat pekerja. Kedua, Pemerintah dalam hal ini sebaiknya merevisi kembali pasal-pasal yang berkaitan dengan hubungan kerja dengan sistem alih daya, yang mana dalam revisinya itu harus melanjutkan amanah yang terkandung dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011, dimana dalam merevisi tersebut selanjutnya tidak merugikan kepentingan pekerja/buruh alih daya.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectKetenagakerjaanen_US
dc.titlei TESIS ASAS PERLINDUNGAN PEKERJA / BURUH DALAM SISTEM ALIH DAYAen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record