BENTUK EKSPLOITASI DAN PERLAWANAN SIMBOLIK BURUH LEPAS PADA PERUSAHAAN DAERAH PERKEBUNAN (PDP) SUMBER WADUNG KABUPATEN JEMBER
Abstract
Buruh perkebunan di Jember masih hidup dalam kemiskinan. Nasib mereka sering
tidak diperhatikan oleh perusahaan perkebunan, mendapat ketidakadilan dan
eksploitasi. Sehingga masih belum memiliki kesejahteraan. Oleh karena itu,
mereka sering melakukan perlawanan kepada perusahaan. Penelitian ini
mengangkat masalah bagaimana bentuk eksploitasi dan perlawanan simbolik
buruh lepas perkebunan di PDP Sumber Wadung Kabupaten Jember. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menguraikan, menelaah dan menganalisis bentuk
eksploitasi dan perlawanan simbolik buruh lepas perkebunan di PDP Sumber
Wadung Kabupaten Jember. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
dengan pendekatan kualitatif yang dilaksanakan di Desa Harjomulyo Kecamatan
Silo Kabupaten Jember. Teknik penentuan informan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan metode purposive sampling. Teknik
pengumpulan data yang dipakai antara lain observasi partisipan, wawancara
mendalam dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa buruh lepas di PDP Sumber Wadung
mengalami eksploitasi oleh perusahaan perkebunan. Eksploitasi tersebut antara
lain penyimpangan prosedur kerja, merampas hak-hak buruh, mengurangi standar
pengupahan, mengeksploitasi tenaga mereka, serta melakukan manipulasi.
Eksploitasi telah membuat taraf hidup buruh rendah karena upah yang tidak
sesuai standar dan hak-hak mereka yang tidak terpenuhi. Namun tidak ada pilihan
lain selain bekerja sebagai buruh karena kondisi lapangan pekerjaan dan
ketrampilan yang minim. Pada akhirnya mereka tetap bertahan menjadi buruh
perkebunan agar tetap dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Meskipun
hubungan antara buruh dengan kaum elit bersifat eksploitatif dan tidak ada
pertukaran yang sepadan. Situasi ironis ini menyebabkan mereka melakukan
perlawanan baik secara terbuka dan simbolis. Perlawanam simbolis mereka antara
lain mencampur getah karet dengan air, mengulur waktu kerja, memudarnya rasa
patuh dan hormat kepada atasan, serta menurunnya semangat kerja. Perlawanan
ini dilakukan sehari-hari oleh buruh lepas sebagai alat politis mereka sendiri agar
mengurangi tekanan dari eksploitasi.