Proses Berpikir Kreatif dalam Memecahkan Masalah Sub Pokok Bahasan Trapesium Berdasarkan Tahapan Wallas Ditinjau dari Adversity Quotient (AQ) Siswa Kelas VII-C SMP Negeri 1 Jember;
Abstract
Menurut Stoltz (dalam Mahendra, 2011) Adversity Quotient (AQ) merupakan
suatu kecerdasan atau kemampuan dalam merubah, mengolah sebuah permasalahan
atau kesulitan, dan menjadikanya sebuah tantangan yang harus diselesaikan supaya
tidak menghalangi cita-cita dan prestasi yang akan diraih. Adversity Quotient
dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu: AQ rendah (quitter), AQ sedang (camper),
dan AQ tinggi (climber). Permasalahan yang mendasar dalam dunia pendidikan
adalah rendahnya kualitas proses berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah
matematika (Jazuli, 2009: 209). Kusumaningrum (2012: 2) mencermati pentingnya
mengembangkan dan mengoptimalkan kemampuan berpikir dalam pembelajaran
matematika sehingga perlu adanya upaya inovatif untuk dapat memecahkan
permasalahan. Salah satu solusi yang dipandang mampu menyelesaikan permasalahan
yaitu dengan mengembangkan dan mengoptimalkan kemampuan berpikir matematika
dalam pembelajaran matematika melalui pemecahan masalah matematika.
Penhoken (dalam Fauziyah, 2013:77) mengemukakan bahwa berpikir kreatif
diartikan sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang
didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran. Pedoman yang digunakan
untuk mengetahui proses berpikir kreatif siswa adalah proses kreatif yang
dikembangkan oleh Wallas yang meliputi empat tahap yaitu: persiapan, inkubasi,
iluminasi, dan verifikasi. Pada penelitian ini, diambil materi geometri yaitu bangun
datar yang diajarkan di kelas VII pada semester genap dengan pokok bahasan
segiempat khususnya trapesium. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan
di atas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
proses berpikir kreatif siswa dengan AQ tinggi (climber), AQ sedang (camper), dan
ix
AQ rendah (quitter) kelas VII-C SMP Negeri 1 Jember dalam memecahkan masalah
sub pokok bahasan trapesium berdasarkan tahapan Wallas.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses berpikir kreatif dalam
memecahkan masalah sub pokok bahasan trapesium berdasarkan tahapan Wallas
ditinjau dari Adversity Quotient siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Instrumen yang digunakan adalah Adversity Response
Profile (ARP), tes, pedoman wawancara, dan lembar validasi. Metode pengumpulan
data yang digunakan adalah metode tes, wawancara, dan angket. Analisis data dalam
penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Data yang dianalisis adalah data
hasil tes pemecahan masalah dan hasil wawancara mendalam terhadap jawaban
siswa.
Berdasarkan data hasil validasi tes berdasarkan validasi isi dan konstruksi
dengan beberapa komponen penguji, maka diperoleh bahwa tes tersebut valid dengan
koefisien kevalidan 4,54 sehingga soal tes tersebut dapat digunakan dengan beberapa
revisi sesuai dengan saran revisi yang telah diberikan validator. Setelah dilakukan uji
validitas, kemudian dilakukan revisi terhadap soal tes pemecahan masalah.
Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas tes mengunakan rumus alpha. Setelah
menganalisa hasil uji coba tes, akhirnya diperoleh tes yang memiliki reliabilitas tinggi
sehingga soal tersebut dapat digunakan.
Setelah data hasil wawancara diperoleh, kemudian dianalisis bahwa siswa
dengan AQ tinggi (climber) banyak menunjukkan adanya karakteristik berpikir
kreatif yang sesuai dengan kategori climber, siswa dengan AQ sedang (camper)
cenderung menunjukkan beberapa karakteristik berpikir kreatif yang lebih sesuai
dengan kategori peralihan dari quitter menuju camper, dan siswa dengan AQ rendah
(quitter) tidak menunjukkan karakteristik berpikir kreatif yang sesuai dengan kategori
quitter. Berdasarkan hasil penelitian, maka diberikan beberapa saran yaitu kepada
peneliti selanjutnya, disarankan untuk melakukan triangulasi sumber dengan
melakukan uji coba di kelas lain guna memperoleh pembanding subjek penelitian.
Selain itu memberikan informasi yang lebih jelas pada soal tes pemecahan masalah
agar benar-benar bisa menelusuri proses berpikir kreatif siswa.