POLITISASI ANTI-MENARA MASJID DI SWISS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP OPINI PUBLIK INTERNASIONAL
Abstract
Swiss merupakan negara yang menjunjung tinggi prinsip demokrasi, terbukti dengan masih diterapkannya sistem demokrasi di Swiss hingga saat ini. Sistem demokrasi langsung di Swiss menerapkan beberapa instrumen yaitu: referendum mandatory, referendum opsional, dan inisiatif populer. Inisiatif populer merupakan sebuah sarana yang paling sering digunakan oleh masyarakat Swiss, karena melalui inisiatif tersebut masyarakat dapat mengajukan proposal mengenai berbagai permasalahan terkait politik. Pada tahun 2008 terdapat sebuah proposal inisiatif populer yang menyudutkan sebuah kelompok masyarakat di Swiss. Proposal tersebut berkaitan dengan pelarangan bangunan menara masjid baru di Swiss. Hal ini menimbulkan berbagai perdebatan panas terkait bagaimana eksistensi menara masjid di Swiss dikaitkan dengan keberadaan komunitas muslim di Swiss. Komunitas Muslim di Swiss mayoritas merupakan imigran dari berbagai negara yang mulai memasuki Swiss pada tahun 1960-an. Pada awalnya penduduk muslim Swiss dapat berintegrasi dengan masyarakat asli Swiss dengan baik. Hal tersebut dikarenakan Swiss memang dikenal sebagai negara multikulturalisme dan menghargai perbedaan. Namun kemudian terjadinya polemik mengenai eksistensi menara masjid di Swiss pada tahun 2005 mengakibatkan diajukannya sebuah inisiatif populer anti-menara masjid pada tahun 2007. Kasus yang mengejutkan dan selama ini tidak pernah terjadi di Swiss ini bertentangan dengan nilai-nilai dasar konstitusi Swiss dan komitmennya terhadap prinsip demokrasi. Oleh karena itu politisasi anti-menara masjid di Swiss ini memperoleh berbagai reaksi dari publik internasional.
8
Inisiatif populer mengenai anti-menara masjid tersebut pertama kali terjadi di kanton Solothurn yang kemudian terus memicu berbagai resistensi di berbagai kanton lainnya. Hal ini kemudian dimanfaatkan oleh partai haluan kanan Swiss, SVP dan EDU, untuk menjadikannya isu yang diusung melalui inisiatif populer. Mereka mengajukan inisiatif tersebut pada tanggal 8 Juli 2008, yang kemudian diputuskan untuk dilaksanakan referendum pada tanggal 29 November 2009. Meski demikian inisiatif tersebut mendapat perlawanan dari berbagai pihak seperti aktifis HAM, kelompok organisasi gereja, serta pemerintah Swiss sendiri yang mengeluarkan rekomendasi resmi untuk menolak inisiatif tersebut. Namun ternyata rekomendasi pemerintah tersebut tidak berhasil, terbukti dengan hasil referendum yang menyatakan bahwa 57,5% masyarakat Swiss mendukung larangan menara masjid baru di Swiss tersebut. Dalam penelitian ini digunakan metode triangulasi yaitu metode yang menggunakan perpaduan antara metode library research (kualitatif) dan metode content analysis (kuantitatif). Penggunaan metode ini digunakan untuk mencapai tujuan penelitian yakni untuk mengetahui bagaimana proses politisasi anti-menara masjid di Swiss dan kecendurungan opini publik internasional terkait kasus tersebut secara objektif. Setelah dilakukan penelitian diketahui bahwa upaya pelarangan menara masjid di Swiss tersebut merupakan sebuah upaya politisasi terkait sentimen anti-menara masjid dengan memanfaatkan sistem demokrasi langsung yang selama ini telah diterapkan di Swiss. Jika diamati lebih lanjut inisiatif tersebut mengindikasikan tindakan xenofobia yang kemudian dilegalkan kedalam konstitusi Swiss. Hal tersebut tentu saja bertentangan dengan komitmen Swiss yang selama ini menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi terkait kesetaraan dan multikulturalisme. Oleh karena itu respons publik internasional sangatlah masif terkait larangan tersebut. Sebesar 80% opini publik internasional menentang larangan menara masjid di Swiss tersebut, sedangkan 13,3% opini publik internasional mendukung dan 6,7% bersifat netral.