PERBEDAAN KADAR LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA GARAM DI KABUPATEN BANGKALAN DAN KABUPATEN SUMENEP
Abstract
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan potensi kekayaan
alam yang melimpah, salah satunya adalah mineral garam terlarut dalam air laut
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan garam. Area
penggaraman terluas di Indonesia adalah Pulau Madura yang dikenal sebagai
pulau garam. Garam di Pulau Madura sangat bergantung pada kualitas air laut
perairan Selat Madura. Kondisi lingkungan perairan yang cenderung berubah
akibat perubahan iklim, menumpuknya berbagai polutan, bahkan konsekuensi dari
buangan lumpur Lapindo berpengaruh besar terhadap kualitas air laut perairan
Selat Madura. Selat Madura juga menjadi muara dari beberapa sungai besar yang
berpotensi untuk membawa bahan pencemar. Wilayah pesisir dan laut merupakan
tempat pembuangan akhir dari semua jenis limbah yang dihasilkan oleh aktifitas
manusia di darat maupun di laut, termasuk limbah yang mengandung logam berat
seperti Pb. Sementara itu, salah satu syarat mutu garam adalah kadar Pb pada
garam tidak melebihi 10 ppm. Logam Pb adalah logam berat yang sangat beracun.
Logam Pb menjadi sangat berbahaya bagi tubuh meskipun yang diserap hanya
sedikit. Pulau Madura merupakan sebuah pulau yang terdiri atas empat kabupaten
yaitu paling barat adalah Kabupaten Bangkalan dan yang paling timur adalah
Kabupaten Sumenep. Berdasarkan letak geografisnya, Kabupaten Bangkalan
merupakan kabupaten yang paling dekat dengan daerah-daerah industri seperti
Surabaya, Gresik dan Pasuruan serta muara Sungai Porong. Sebaliknya,
Kabupaten Sumenep merupakan kabupaten yang paling jauh dengan beberapa
ix
lokasi yang berpotensi menjadi sumber pencemar Pb di Selat Madura. Perbedaan
tersebut dimungkinkan akan mempengaruhi kadar Pb pada garam yang bersumber
dari perairan Selat Madura di kedua kabupaten. Penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis perbedaan kadar Pb pada garam dengan bahan baku dari perairan
Selat Madura di Kabupaten Bangkalan dan Sumenep. Jenis penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode analitik serta
rancangan penelitian secara cross sectional. Sampel penelitian berjumlah 30
sampel dengan menggunakan Multistage sampling. Informan penelitian terdiri
dari 2 petani garam yang merupakan ketua kelompok petani garam. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tahapan proses pembuatan garam di kedua
kabupaten meliputi tahap pra produksi, proses produksi dan pasca produksi. Ratarata
kadar Pb pada garam di Kabupaten Bangkalan adalah 0,104 ppm dan di
Kabupaten Sumenep adalah 0,126 ppm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar
Pb pada garam di Kabupaten Bangkalan dan Sumenep masih berada di bawah
batas maksimum cemaran Pb pada garam sesuai SNI 3556-2010 tentang garam
beryodium yaitu 10 ppm. Terdeteksinya kadar Pb pada garam di kedua kabupaten
menunjukkan bahwa garam tersebut terkontaminasi oleh Pb meskipun dalam
kadar yang kecil. Menurut Widowati et al., (2008), pencemaran Pb berasal dari
sumber alami maupun limbah hasil aktivitas manusia, baik di lingkungan air,
udara maupun darat. Berdasarkan hal tersebut, adanya kontaminasi Pb pada garam
dapat bersumber dari Pb di lingkungan. Kontaminasi Pb pada garam dapat
bersumber dari lingkungan perairan laut sebagai sumber bahan baku, lingkungan
tanah sebagai media / tempat produksi garam dan lingkungan udara dimana proses
produksi garam berlangsung di lahan terbuka. Beberapa aktivitas manusia yang
berpotensi menghasilkan buangan Pb ke lingkungan adalah kegiatan
pertambangan minyak di Kabupaten Sumenep dan industri galangan kapal di
Kabupaten Bangkalan serta kegiatan pertanian dan buangan hasil pembakaran
kendaraan bermotor dengan bahan bakar bertimbal, baik di Kabupaten Sumenep
maupun Bangkalan. Hasil uji statistik menggunakan uji beda Mann-Whitney
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar Pb
pada garam di Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Sumenep.
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2227]