KUALITAS HIDUP ANAK DENGAN DOWN SYNDROMEE DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) KABUPATEN TRENGGALEK
Abstract
Down syndrome adalah suatu kelainan genetik yang terjadi karena adanya perubahan jumlah ataupun perubahan struktur kromosom. Kelainan tersebut mengakibatkan jumlah kromosom pada anak dengan down syndrome lebih banyak dibandingkan dengan anak normal. Kelebihan kromosom tersebut mengakibatkan adanya gangguan pada fungsi fisik, motorik dan kemampuan intelektual. Penderita down syndrome juga memiliki peluang lebih besar untuk terkena penyakit Alzheimer lebih awal. Adanya gangguan tersebut mengakibatkan harapan hidup dari penderita down syndrome semakin mengalami penurunan setelah usia 44 tahun. Namun dengan berkembangnya teknologi kesehatan dan peningkatan kualitas hidup pada penderita down syndrome, maka usia harapan hidup penderita down syndrome tersebut dapat meningkat sampai pada usia 60 tahun. Penilaian terhadap kualitas hidup anak dengan down syndrome dapat digunakan untuk menentukan intervensi dan tindakan perbaikan yang dapat dilakukan pada anak tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kualitas hidup anak dengan down syndrome usia 6-13 tahun di SLB Kabupaten Trenggalek.
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Populasi penelitian dalam penelitian ini adalah semua anak dengan down syndrome yang ada di SLB Kemala Bhayangkari dan SDLB Panggungsari yang berjumlah 14 anak. Metode pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi dan wawancara menggunakan kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 7 bagian yaitu kuesioner kualitas hidup (TACQOL), karakteristik responden, masalah kesehatan, masalah perilaku (CBCL), fungsi adaptasi dan dukungan keluarga. Data yang terkumpul dianalisis
viii
secara deskriptif. Analisis korelasi juga dilakukan dengan menggunakan uji Pearson Corelation dan Spearman’s rho.
Hasil penelitian menunjukkan anak dengan down syndrome usia 6-13 tahun memiliki rata-rata skor kualitas hidup paling rendah pada aspek kognitif (7.57) dan yang paling tinggi pada aspek fisik (29.57). Kualitas hidup anak dengan down syndrome memiliki rata-rata skor paling rendah pada anak yang berjenis kelamin perempuan (126.71) dan pada anak yang memiliki ayah yang bekerja sebagai petani, berpendidikan terakhir S1/sederajat dan ibu yang bekerja sebagai wiraswata, serta berpendidikan terakhir SD/sederajat. Kualitas hidup anak dengan down syndrome memiliki korelasi yang positif dengan usia anak (r 0.443), pendapatan orang tua (r 0.075), fungsi adaptasi (r 0.561) dan dukungan orang tua (r 0.271). Berdasarkan jenis penyakit yang dialami oleh anak dengan down syndrome, maka anak yang mengalami penyakit pneumonia (120.0) memiliki skor rata-rata kualitas hidup yang paling rendah. Skor rata-rata kualitas hidup anak dengan down syndrome yang paling rendah juga dimiliki oleh anak yang memiliki masalah perilaku total (122.0) dari pada anak yang memiliki masalah perilaku internal (125.0) dan eksternal (138.0).
Kesimpulan yang dapat ditarik pada penelitian ini adalah peningkatan kualitas hidup anak dengan down syndrome bisa disebabkan karena adanya peningkatan pada usia, fungsi adaptasi anak, pendapatan dan dukungan orang tua. Kualitas hidup pada anak dengan down syndrome menunjukkan perbedaan pada tiap jenis penyakit dan jenis masalah perilakunya yang dialami. Berdasarkan karakteristik orang tua dari anak dengan down syndrome, kualitas hidup anak dengan down syndrome belum tentu akan meningkat jika jenjang pendidikan terakhir dari orang tua juga semakin tinggi
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2227]