FAKTOR PENDORONG PERNIKAHAN DINI DI KABUPATEN BANYUWANGI
Abstract
United Nations Children’s Fund (UNICEF) mendefinisikan Pernikahan
dini sebagai pernikahan resmi atau tidak resmi yang dilakukan sebelum memasuki
usia 18 tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) batasan umur untuk pernikahan sehat adalah 25 tahun untuk laki-laki
dan 20 tahun untuk perempuan. Indonesia berada pada ranking 37 dunia dan
ranking 2 ASEAN untuk persentase wanita yang menikah di bawah usia 18 tahun.
Pernikahan dini dapat mengakibatkan banyak dampak negatif baik dari segi
kesehatan maupun kependudukan.
Anemia kehamilan, keracunan kehamilan (gestosis), dan Obstetri Fistula
merupakan beberapa dampak masalah kesehatan akibat menikah di usia dini.
Kekerasan dalam rumah tangga dan ketidakadilan gender yang banyak berujung
pada perceraian merupakan salah satu dampak dari segi kependudukan akibat
perilaku menikah dini. Berdasarkan data Pengadilan Tinggi Agama Surabaya
tahun 2014, Kabupaten Banyuwangi menjadi kabupaten dengan kasus perceraian
tertinggi di Jawa Timur dengan 319 kasus perceraian dibawah usia 20 tahun. Hal
tersebut menggambarkan bahwa banyaknya kasus perceraian yang dilakukan
akibat pernikahan dini.
Pengendalian pernikahan dini di Kabupaten Banyuwangi sangatlah
diperlukan untuk dapat mengurangi dampak negatif dari pernikahan dini baik dari
segi kesehatan maupun kependudukan. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis faktor yang mendorong terjadinya pernikahan dini di Kabupaten
Banyuwangi. Penelitian bersifat analitik dengan menggunakan desain casecontrol
study. Sampel dalam penelitian adalah perempuan dengan usia kurang dari
24 tahun yang telah menikah di Kabupaten Banyuwangi. Sampel kasus adalah 42
perempuan yang menikah di bawah usia 20 tahun dan kontrol adalah 84 orang
perempuan yang menikah di atas usia 20 tahun. Metode pengambilan sampel
ix
dilakukan dengan cara stratified random sampling. Variabel bebas penelitian
adalah tingkat pendidikan, status pekerjaan sebelum menikah, status pendidikan
suami sebelum menikah, status pekerjaan suami sebelum menikah, wilayah,
tingkat pendidikan orang tua, status ekonomi keluarga, dan kebudayaan. Teknik
pengumpulan data dengan menggunakan dokumentasi dan wawancara. Data yang
diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis menggunakan univariabel,
bivariabel (chi-square), dan multivariabel (regresi logistik).
Hasil penelitian menunjukkan faktor predisposisi dan faktor penguat pada
analisis bivariabel berpengaruh terhadap pernikahan dini di Kabupaten
Banyuwangi. Berdasarkan faktor predisposisi, responden dengan tingkat
pendidikan dasar dan menengah serta responden yang tidak bekerja sebelum
menikah akan menikah di usia dini. Pada faktor penguat, responden yang
memiliki suami dengan status pendidikan dasar dan menengah serta memiliki
keluarga dengan status ekonomi yang rendah akan menikah di usia dini.
Berdasarkan hasil analisis multivariabel pada variabel bebas diketahui bahwa
risiko seorang wanita untuk menikah dini paling tinggi terjadi pada wanita yang
memiliki pendidikan rendah yaitu sebesar 5 kali selanjutya, pada wanita yang
tidak bekerja akan berisiko sebesar 3 kali dan pada wanita yang memiliki orang
tua dengan status ekonomi rendah berisiko 2 kali. Kesimpulan dalam penelitian
ini adalah faktor predisposisi yaitu, tingkat pendidikan yang rendah dan tidak
bekerja sebelum menikah sebagai faktor pendorong pernikahan dini di Kabupaten
Banyuwangi dengan rendahnya status ekonomi keluarga yang memperkuat
seorang wanita untuk menikah di usia dini.
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2227]