STUDI BIONOMIK NYAMUK Anopheles sundaicus Rodenwaldt DI DESA BANGSRING KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI
Abstract
Malaria merupakan satu di antara penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyebab penyakit malaria adalah
parasit dari filum Protozoa yaitu dari genus Plasmodium yang hidup dan berkembang
biak dalam sel darah merah manusia. Parasit ini ditularkan ke manusia diperantarai
oleh nyamuk betina dari genus Anopheles sebagai vektornya. Salah satu kabupaten di
Jawa Timur yang pernah mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria adalah
kabupaten Banyuwangi pada tahun 2011, dengan peningkatan kasus malaria di
wilayah kerja puskesmas Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi, tepatnya di desa
Bangsring dusun Paras Putih sebanyak 107 kasus. Salah satu spesies Anopheles di
daerah tersebut adalah Anopheles sundaicus (An. sundaicus) yang telah dikonfirmasi
sebagai vektor utama malaria di Indonesia.
Berbagai upaya penanggulangan penyakit malaria sudah banyak dilakukan,
namun upaya–upaya tersebut masih kurang efektif. Pengobatan terhadap malaria
kurang efektif karena munculnya sifat resisten Plasmodium terhadap obat anti
malaria. Penggunaan insektisida yang tidak sesuai dapat memicu munculnya
resistensi nyamuk vektor terhadap insektisida. Vaksin untuk melawan malaria
diperkirakan mampu mengurangi jumlah penderita malaria namun masih dalam tahap
pengembangan. Salah satu alternatif pengendalian malaria yang saat ini dapat
dilakukan yaitu dengan pengendalian terhadap vektornya. Pengetahuan tentang
bionomik nyamuk Anopheles diperlukan sebagai dasar tindakan pengendalian vektor
malaria.
Penelitian ini mengamati karakter bionomik salah satu vektor malaria utama
di Indonesia khususnya di desa Bangsring kecamatan Wongsorejo kabupaten
Banyuwangi yaitu An. sundaicus. Tujuan penelitian adalah untuk mengamati spesies
Anopheles dominan yang terdapat di desa Bangsring kecamatan Wongsorejo
kabupaten Banyuwangi, aktivitas menggigit, perilaku menghisap darah dan kepadatan
populasi An. sundaicus. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah nyamuk
ditangkap sesuai dengan metode pedoman WHO. Penangkapan dilakukan pada
malam hari (18.00-06.00) terhadap nyamuk yang hinggap pada manusia di dalam
rumah, di luar rumah, istirahat baik di dalam rumah (dinding) maupun luar rumah
(sekitar kandang ternak) serta hinggap pada ternak. Nyamuk Anopheles diidentifikasi
kemudian dihitung kepadatannya tiap jam dan tiap bulan selama enam bulan
penelitian kemudian dipadukan dengan data pengamatan iklim.
Hasil penelitian menunjukkan spesies Anopheles yang dominan di lokasi
penelitian adalah An. sundaicus dengan proporsi 83,34%. Aktivitas mengigit An.
sundaicus terjadi sepanjang malam dan mengalami puncak kepadatan antara pukul
21.00 – 22.00 dari ketiga metode. Perilaku mengigit An. sundaicus lebih bersifat
eksofagik dan zoofilik, karena lebih banyak ditemukan mengigit di luar rumah dan
mengigit pada ternak. Kepadatan An. sundaicus tertinggi terdapat pada bulan Mei,
sedangkan kepadatan terendah terendah terdapat pada bulan Juni. Kepadatan An.
sundaicus jika dihubungkan dengan kondisi abiotik di lokasi penelitian menunjukkan
tidak ada hubungan yang bermakna dari semua pengamatan abiotik terhadap
kepadatan nyamuk An. sundaicus berdasarkan uji korelasi pearson. Berdasarkan uji
regresi multipel, tidak ada yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kepadatan
nyamuk, namun kecepatan angin merupakan faktor yang paling memiliki pengaruh
signifikan terhadap kepadatan nyamuk karena paling mendekati α=0,05 dengan nilai
signifikansi = 0,278>0,05.