dc.description.abstract | Stres merupakan respon tubuh terhadap stresor yang menempatkan tuntutan
psikologis dan fisik dalam diri seseorang. Stres merupakan bagian dari kehidupan
sehari-hari yang tidak dapat dihindari. Namun bila stres berlebihan dan kemampuan
untuk mengatasi terbatas, maka akan timbul akibat yang merugikan berupa kerusakan
pada tubuh. Pada saat kondisi stres, akan memicu aktivasi HPA melepaskan hormon
CRH. Pelepasan hormon CRH juga memicu hipofisis anterior untuk mensekresi
ACTH. ACTH akan memicu korteks adrenal untuk mensekresi hormon
glukokortikoid, yang salah satu jenis hormonnya adalah kortisol. Hormon kortisol
yang berlebihan mempunyai efek langsung terhadap tulang, dengan menghambat
aktivitas fungsi osteoblas, meningkatkan aktivitas osteoklas, dan dapat menurunkan
kepadatan tulang atau disebut dengan low bone mineral density sehingga dapat terjadi
resorpsi tulang alveolar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
stres renjatan listrik terhadap resorpsi alveolar crest, dan mengetahui perbedaan
tinggi alveolar crest pada tikus yang dipapar stresor renjatan listrik pada hari ke-7,
14, dan 28.
Jenis penelitian adalah eksperimental laboratoris, dengan rancangan penelitian
post test only control group design. Sampel dipilih berdasarkan kriteria dan dibagi
menjadi 4 kelompok: kelompok I, kelompok kontrol adalah tikus tidak dipapar
stresor renjatan listrik, kelompok II adalah tikus yang dipapar stresor renjatan listrik
selama 7 hari, kelompok III adalah tikus yang dipapar stresor renjatan listrik selama
14 hari, dan kelompok IV adalah tikus yang dipapar stresor renjatan listrik selama 28
hari. Kemudian untuk mengukur resorpsi alveolar crest dilakukan pembuatan sediaan
histologis yang nantinya akan dilakukan pengukuran resorpsi alveolar crest
menggunakan program Image J.
Analisis data menggunakan uji statistik parametrik, yaitu
menggunakan One way analysis of varian (Anova). Hasil penelitian ini menunjukkan
resorpsi alveolar crest pada kelompok kontrol (178,924±26,15), kelompok perlakuan
hari ke-7 (281,063±62,15), hari ke-14 (235,787±31,06), dan hari ke-28
(285,554±37,77). Pada hasil penghitungan resorpsi alveolar crest menunjukkan
perbedaan signifikan antara resorpsi alveolar crest pada kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan yaitu p=0,003 (p<0,05).
Stres renjatan listrik yang dipaparkan pada tikus terbukti dapat menyebabkan
resorpsi alveolar crest. Hal ini dikarenakan stres renjatan listrik dapat meningkatkan
sekresi hormon kortisol. Hormon kortisol yang berlebihan mempunyai efek langsung
terhadap tulang, dengan menghambat aktivitas fungsi osteoblas dan meningkatkan
aktivitas osteoklas. Fungsi osteoblas yang menurun akan menstimulasi RANKL dan
M-CSF yang dengan mudah mempercepat proses diferensiasi sel preosteoklas
menjadi osteoklas yang matang. Kedua faktor tersebut akan menginduksi
pembentukan osteoklas. Osteoklas yang meningkat tersebut akan memicu terjadinya
penyerapan kalsium tulang, dan menyebabkan BMD menurun, sehingga terjadi
resorpsi tulang alveolar. Resorpsi tulang alveolar yang terjadi bisa disertai dengan
resorpsi alveolar crest.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah stres renjatan listrik yang dipaparkan
pada tikus Sprague-Dawley hari ke-7, 14, dan 28 dapat menyebabkan resorpsi
alveolar crest. Resorpsi alveolar crest terbesar tampak pada hari ke-28. | en_US |