Show simple item record

dc.contributor.authorSupiastutik
dc.contributor.authorDina Dyah Kusumayanti
dc.date.accessioned2015-08-31T03:14:09Z
dc.date.available2015-08-31T03:14:09Z
dc.date.issued2015-08-31
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/63261
dc.descriptionInfo lebih lanjut hub: Lembaga Penelitian Universitas Jember Jl. Kalimantan No.37 Telp. 0331-339385 Fax. 0331-337818 Jemberen_US
dc.description.abstractStudi mengenai sastra anak di Indonesia masih belum banyak dieksplorasi, sehingga bidang ini belum banyak memberi sumbangsih yang nyata pada persoalan sosial dan masyarakat. Sastra anak, sebagai suatu cabang ilmu, merupakan salah satu genre dalam ilmu sastra dan berkaitan dengan persoalan humaniora seharusnya dapat digunakan sebagai indikator dinamika persoalan sosial, perkembangan budaya dan pergulatan pemikiran kritis masyarakat. Jamak diketahui bahwa sastra berfungsi sebagai media kritik, media representasi pergumulan pemikiran kritis, media ekspresi, dan ruang kontestasi proses kreatif masyarakatnya. Hal ini juga berlaku pada sastra anak sebagai salah satu genre ilmu sastra, dengan demikian sastra anak dapat pula diperlakukan sebagai sebuah ruang kontestasi proses kreatif, media ekspresi, media kritik dan media representasi. Salah satu bentuk kontestasi dalam karya sastra adalah kontestasi nilai dan konsep jender. Dalam cerita anak Cinderella, misalnya, tokoh-tokoh perempuan digambarkan secara hitam putih. Tokoh perempuan digambarkan sangat jahat (hitam) seperti tokoh ibu tiri atau saudara tiri. Sementara di sisi lain tokoh protagonis perempuannya, Cinderella, digambarkan baik hati, cantik sempurna dan rajin. Namun demikian, kisah ini mengajarkan pada pembaca anak-anak bahwa ketika seseorang ingin mendapatkan pangeran pujaan, maka dia harus tampak cantik secara fisik seperti ketika Cinderella pergi ke pesta dansa yang diadakan oleh Sang Raja. Dalam cerita Cinderella, kesempurnaan fisik menjadi standar dalam kehidupan perempuan dalam cerita. Berbeda dengan cerita The Red Ridinghood. Seorang anak perempuan (Red Ridinghood) dalam cerita tersebut ditokohkan sebagai seorang gadis kecil yang lincah, cerdas dan berani. Ketika ditugasi oleh ibunya mengirim makanan untuk neneknya yang tinggal di hutan, dia dengan senang melakukan tugas tersebut karena dia sayang kepada neneknya. Ketika dia mengalami kesulitan di hutan, dia menggunakan akalnya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Kisah The Red Ridinghood memberikan pelajaran kepada pembaca terutama anak-anak tentang kesetaraan jender. Tokoh anak perempuan digambarkan mampu menyelesaikan masalah di hutan yang pada umumnya dianggap sebagai tugas laki-laki. Penyelesaian masalah di hutan dengan menggunakan kekuatan akal adalah sebuah strategi kontestasi jender yang ditawarkan oleh penulis cerita untuk mereduksi stereotipe perempuan yang sejauh ini dilekatkan dengan karakter emosional, cengeng, pesolek dan lemah.en_US
dc.publisherFak. Sastra'14en_US
dc.relation.ispartofseriesHB;69
dc.subjectsastra anak indonesiaen_US
dc.subjectsastra anak terjemahanen_US
dc.subjectilmu sastraen_US
dc.titleSTRATEGI KONTESTASI JENDER DALAM SASTRA ANAK INDONESIA DAN SASTRA ANAK TERJEMAHAN: Pola Resistensi Tokoh Perempuan di bawah Hegemoni Kultur Patriarkien_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record