PERANAN BUNG TOMO DALAM PERISTIWA 10 NOVEMBER 1945 DI SURABAYA
Abstract
Peranan Bung Tomo dalam Peristiwa 10 November 1945 di Surabya; Fadilah
Fatmawati, 100210302053; 2015; xiv + 88 halaman; Program Studi Pendidikan
Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Jember.
Bung Tomo merupakan salah satu tokoh dalam peristiwa pertempuran 10
November 1945 di Surabaya. Bung Tomo berhasil mengajak rakyat Surabaya
untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serangan pasukan
Sekutu dan NICA. Peristiwa itu membuat Bung Tomo dekat dengan rakyat dan
menjadi populer. Bung Tomo mempunyai cara yang berbeda dalam perjuangan
mempertahankan kemerdekaan di Surabaya yakni dengan mengobarkan semangat
rakyat melalui radio, oleh karena itulah penulis tertarik mengkaji dan
menganalisis Peranan Bung Tomo dalam Peristiwa 10 November 1945 di
Surabaya.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) mengapa Bung Tomo
terlibat dalam peristiwa 10 November 1945 di Surabaya?; (2) bagaimana upaya
Bung Tomo dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Surabaya?.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji keterlibatan Bung Tomo dalam
peristiwa 10 November 1945 di Surabaya; (2) mendeskripsikan upaya Bung Tomo
dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Surabaya. Manfaat penelitian
ini adalah: (1) bagi pembaca, dapat menambah khasanah wawasan Ilmu
Pengetahuan Sosial khususnya ilmu Sejarah yang berkaitan dengan peranan Bung
Tomo dalam pembertahankan Indonesia; (2) bagi masyarakat umum, memberikan
informasi perjuangan Bung Tomo dan memahami nilai-nilai perjuangan Bung
Tomo dalam mempertahankan kemerdekaan; (3) bagi FKIP Sejarah Universitas
Jember, memberi informasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang
bertema sejarah Indonesia kajian peranan Bung Tomo dalam revolusi
kemerdekaan, sebagai wujud nyata dalam rangka pelaksanaan Tri Dharma
Perguruan Tinggi yakni Dharma Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode
viii
penelitian sejarah dengan pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan sosiologi
politik dengan menggunakan teori konflik Weberian.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah Bung Tomo lahir di Surabaya,
tepatnya di kampung Blauran. Akibat kerisis ekonomi pada tahun 1930-an Bung
Tomo ikut bekerja membantu orang tuanya. Jiwa kebangsaan Bung Tomo terasah
ketika ikut dalam KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Prestasi terbaik Bung
Tomo dalam KBI adalah memperoleh lencana elang. Prestasi ini membuat Bung
Tomo menjadi terkenal di kampungnya. Bung Tomo mempunyai kemampuan
dalam hal tulis-menulis yang mengantarkannya menjadi wartawan Domei. Daya
tarik inilah yang membuat PRI (Pemuda Republik Indonesia) merekrut Bung
Tomo dan menempatkannya dalam seksi penerangan. Pasca menerima berita
Proklamasi dengan segera di Surabaya diadakan peralihan pemerintahan dan
perebutan senjata dari Jepang. Bung Tomo turut serta dalam perundingan dengan
pihak Jepang dalam rangka mendapatkan persenjataan dari Jepang. Bung Tomo
kemudian membentuk BPRI yang bertujuan menampung para rakyat untuk
bersiap menghadapi datangnya pasukan Inggris dan NICA. Pembentukan BPRI
ini berawal dari rasa kecewa Bung Tomo ketika melihat kondisi Ibukota Jakarta,
dimana orang-orang Belanda maupun Sekutu bebas berkeliaran di jalanan
Ibukota. BPRI mempunyai senjata ampuh dalam menggerakkan massa, yaitu
Radio Pemberontakan. Pidato Bung Tomo di Radio Pemberontakan berhasil
memberikan semangat kepada rakyat untuk terus berjuang mempertahankan
kemerdekaan di Surabaya. Berkat Radio Pem-berontakan ini pula terjalin
komunikasi antar laskar pejuang.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis dapat menyampaikan
beberapa saran yaitu dapat menambah wawasan mengenai peranan Bung Tomo
dalam peristiwa 10 November di Surabaya, sehingga dapat dijadikan tauladan dan
contoh sikap yang diperlihatkan oleh Bung Tomo seperti cintah tanah air, sikap
moralitas yang baik dalam berbangs bernegara dan beragama. Bagi rekan-rekan
mahasiswa yang berminat pada penelitian tentang peranan tokoh-tokoh lain pada
peristiwa pertempuran Surabaya 10 November 1945 masih ada yang belum dikaji,
seperti Dul Arnowo, Residen Sudirman, drg. Murtopo dan lain-lainnya.