dc.description.abstract | Aterosklerosis koroner yang merupakan penyebab utama Penyakit Jantung
Koroner (PJK) adalah suatu kelainan penebalan dinding arteri koroner yang
membentuk suatu lesi. Lesi tersebut terdiri dari lipid deposid yang dilapisi jaringan
ikat fibrosa (fibrous cap) yang dapat menyebabkan penyempitan dinding arteri.
Penyempitan lumen arteri dapat mengakibatkan pasokan darah ke otot jantung
terhambat, yang bila terjadi secara terus-menerus dapat mengakibatkan PJK.
Beberapa penelitian observasional membuktikan hubungan aterosklerosis koroner
dengan respon inflamasi kronis oleh karena infeksi bakteri rongga mulut. Salah satu
infeksi tesebut yaitu pulpitis yang disebabkan Streptococcus mutans (S. mutans). Hal
ini dikonfirmasi dengan adanya temuan S. mutans pada spesimen autopsy lesi
aterosklerosis koroner pada penderita yang meninggal karena PJK. Meskipun
berbagai penelitian telah melaporkan hubungan infeksi gigi (pulpitis) dengan PJK,
penelitian eksperimental kausa efek secara langsung pulpitis terhadap terbentuknya
lesi aterosklerotik koroner ini belum banyak diteliti. Sehingga perlu dilakukan
penelitian eksperimental menggunakan hewan coba yang dapat menjelaskan efek
secara langsung pulpitis terhadap terbentuknya lesi aterosklerotik koroner.
Penggunaan tikus sebagai hewan coba bertujuan untuk mengontrol segala perlakuan,
agar dapat meminimalkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi terbentuknya
lesi aterosklerotik koroner. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian
eksperimental menggunakan model tikus pulpitis yang bertujuan untuk menganalisa
adanya lesi aterosklerotik koroner pada model tikus pulpitis dengan mengidentifikasi
tanda-tanda lesi aterosklerotik koroner.
Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris in vivo dengan
rancangan the post test only control group. Penelitian ini menggunakan 12 ekor wistar
(Rattus norvegicus) jantan yang terbagi menjadi kelompok kontrol dan pulpitis.
vii
Pulpitis dibuat dengan memperforasi pulpa menggunakan low-speed dengan matabur
longshank (d=0,84 mm) dan menginjeksi S. mutans pada ruang pulpa sebanyak 50 µl
(0,5 McFarland) 3 kali perminggu selama 4 minggu untuk membuat kondisi pulpitis
kronis. Pada minggu ke-5, tikus dikorbankan dan diambil jantung yang mengandung
arteri koroner untuk pembuatan preparat histologik. Jantung dipotong melintang
menggunakan Frozen Section dengan ketebalan 10 µm. Satu sampel jantung dibuat 4
preparat dengan masing-masing preparat terdiri dari 3 potongan melintang jantung.
Preparat kemudian dilakukan pewarnaan Picrosirius red dan Oil red. Preparat yang
telah dicat, diamati tanda-tanda lesi aterosklerotik koroner menggunakan mikroskop
cahaya dengan visualisasi menggunakan optilab. Tanda-tanda lesi aterosklerotik yang
diamati meliputi histomorfometrik berupa penebalan dinding arteri, dan
histomorfologi berupa disintegrasi endotel, deposisi lipid, disintegrasi kolagen
intimal, ateroma dan stenosis, serta fatty emboli. Data histomorfometrik dianalisa
dengan uji Independent T, sedangkan data histomorfologi dianalisa dengan uji Mann
Whitney.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi ditemukannya lesi
aterosklerotik koroner pada model tikus pulpitis lebih tinggi daripada kontrol. Analisa
statistik menunjukkan adanya perbedaan tanda-tanda lesi aterosklerotik yang
signifikan (p<0,05) antara kedua kelompok tersebut.
Perbedaan tanda-tanda lesi aterosklerotik yang signifikan menunjukkan
bahwa pulpitis meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis koroner. Meskipun
penelitian ini dapat membuktikan peran pulpitis dalam meningkatkan aterosklerosis
koroner, penelitian ini tidak dilakukan pengukuran derajat/level inflamasi bakteri dan
antigen sirkulasi. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang dapat
mengukur derajat/level inflamasi dan konsentrasi bakteri dalam darah tikus. | en_US |