ANALISIS GEOSPASIAL KEMATIAN BALITA DI INDONESIA (Analisis Lanjut Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012)
Abstract
Analisis Geospasial Kematian Balita di Indonesia; Mega Maya; 102110101101;
2014; 112 Halaman; Bagian Epidemiologi dan Biostatistika Kependudukan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
Kematian balita merupakan salah satu indikator derajat kesehatan suatu
negara. Data WHO menunjukkan setiap tahun lebih dari 12 juta anak di negara
berkembang meninggal sebelum genap berusia lima tahun. Menurut SDKI tahun
2012 AKBA mencapai 40 per 1000 kelahiran hidup namun hal ini masih jauh dari
target MDGs tahun 2015 yaitu 32 per 1000 kelahiran hidup. Disparitas AKBA antar
provinsi di Indonesia cukup tinggi. Provinsi dengan AKBA tertinggi yaitu Papua
sebesar 115 per 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut memiliki perbandingan 3 kali
lebih besar daripada Provinsi DKI Jakarta dengan AKBA terendah yaitu sebesar 31
per 1000 kelahiran hidup.
Penyebab utama kematian balita terjadi pada bayi baru lahir atau neonatal.
Masalah neonatal ini meliputi asfiksia, bayi berat lahir rendah (BBLR) dan infeksi
neonatal. Faktor lain yang menyebabkan kematian balita adalah faktor kontekstual.
Akan tetapi, faktor ini tidak dapat langsung menyebabkan kematian balita melainkan
mempengaruhi melalui variabel antara yaitu faktor ibu, faktor luka, faktor
lingkungan, dan faktor gizi. Faktor ibu meliputi umur pertama kali menikah dan
melahirkan, status pernikahan, jarak dan urutan kelahiran serta pemilihan penolong
persalinan. Faktor lingkungan yang juga diduga berkontribusi terhadap kematian
balita yaitu kondisi higiene sanitasi yang buruk dan kepadatan penduduk. Faktor gizi
yang meliputi pemberian ASI dan mikronutrien memiliki pengaruh yang sangat
signifikan pada kematian balita karena keduanya berkontribusi dalam status gizi
balita. Salah satu faktor penyebab tidak langsung kematian balita yaitu penolong
persalinan oleh tenaga medis profesional.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara faktor ibu,
neonatal, persalinan, gizi, lingkungan, dan sosial-ekonomi berdasarkan wilayah
geografi di Indonesia. Hipotesis pada penelitian ini adalah AKBA akan tinggi pada
kondisi wilayah dengan jumlah kemiskinan, kepadatan penduduk, persentase
perempuan buta huruf, persentase BBLR, persentase persalinan oleh non tenaga
kesehatan yang tinggi serta pada kondisi wilayah dengan median umur pertama kali
menikah dan median durasi pemberian ASI yang rendah. Penelitian ini adalah
penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Sumber data penelitian adalah
data sekunder SDKI 2012 dan Profil Kesehatan Indonesia 2012 dengan unit analisis
wilayah 33 provinsi di Indonesia. Data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk
teks, tabel, grafik, dan peta dari aplikasi komputer. Analisis data menggunakan
analisis geospasial terdiri dari analisis univariabel menggunakan Moran’s I, Univariat
LISA, dan analisis bivariabel menggunakan bivariat LISA dengan α=0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat autokorelasi positif yaitu
pengelompokan spasial pada variabel AKBA, BBLR, persalinan oleh non tenaga
kesehatan, durasi pemberian ASI, kepadatan penduduk, kemiskinan, dan perempuan
buta huruf yang sebagian besar terjadi pada wilayah timur Indonesia. Korelasi
tertinggi (0,424) pada persalinan oleh non tenaga kesehatan dan korelasi terendah
(0,025) pada kepadatan penduduk. Hasil pada umur pertama kali menikah
menunjukkan autokorelasi negatif (-0,012) yang mengindikasikan bahwa tidak
adanya pengelompokan spasial yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara AKBA dengan umur perempuan pertama
kali menikah, BBLR, persalinan oleh non tenaga kesehatan, durasi pemberian ASI,
kepadatan penduduk, kemiskinan, dan perempuan buta huruf. Hal ini menunjukkan
bahwa daerah dengan presentase yang tinggi pada BBLR, persalinan oleh non tenaga
kesehatan, kepadatan penduduk, kemiskinan, dan perempuan buta huruf serta
provinsi dengan median yang rendah pada umur pertama kali menikah dan durasi
pemberian ASI akan kurang menguntungkan bagi kelangsungan hidup balita. Oleh
karena itu, faktor-faktor ini dapat digunakan sebagai faktor yang dapat dikendalikan
untuk dapat menurunkan angka kematian balita.
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2227]