Show simple item record

dc.contributor.authorFarah Okky Aridiyah
dc.date.accessioned2015-03-13T11:33:21Z
dc.date.available2015-03-13T11:33:21Z
dc.date.issued2015-03-13
dc.identifier.nimNIM102110101041
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/61794
dc.description.abstractMasa anak balita merupakan kelompok yang rentan mengalami kurang gizi salah satunya adalah stunting. Stunting (pendek) merupakan ganguan pertumbuhan linier yang disebabkan adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis atau penyakit infeksi kronis maupun berulang yang ditunjukkan dengan nilai z-score tinggi badan menurut umur kurang dari -2 SD (WHO 2010 dalam Nasikhah, 2012). Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, prevalensi anak balita stunting di Indonesia sebesar 37,2%, yang berarti terjadi peningkatan jika dibandingkan tahun 2010 yaitu sebesar 35,6%. Pada tahun 2010-2013 prevalensi stunting di wilayah pedesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan yaitu sebesar 40,0% dan wilayah perkotaan sebesar 31,5 %, sedangkan pada tahun 2013 di wilayah pedesaan adalah 42,1%, dan wilayah perkotaan sebesar 32,5% (Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan data yang didapatkan angka kejadian stunting di Kabupaten Jember yaitu Puskesmas Kalisat merupakan puskesmas dengan jumlah anak balita stunting tertinggi di daerah pedesaan yaitu sebesar 67%. Selain itu, untuk daerah perkotaan jumlah anak balita stunting tertinggi berada di wilayah kerja Puskesmas Patrang sebanyak 27,27%dan Puskesmas Mangli 14%. Stunting pada anak balita merupakan konsekuensi dari beberapa faktor seperti kemiskinan termasuk gizi, kesehatan, sanitasi dan lingkungan. Anak balita stunting akan sulit mencapai potensi pertumbuhan dan perkembangan yang optimal baik secara fisik maupun psikomotorik yang erat kaitannya dengan kemunduran kecerdasan dan produktivitas. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan crosssectional. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Patrang dan Puskesmas Mangli untuk daerah perkotaan dan Puskesmas Kalisat untuk daerah pedesaan. Sampel penelitian sebesar 50 anak balita untuk masing-masing daerah baik yang berada di desa maupun kota. Analisis data terdiri dari analisis univariable dan analisis bivariable menggunakan uji mann whitney dan chi-square dengan α = 0,05, sedangkan untuk analisis multivariabel menggunakan uji regresi logistik. ix Pada analisis bivariat menunjukkan faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting pada anak balita yang berada di wilayah pedesaan adalah pendidikan ibu, pendapat keluarga, pengetahuan ibu mengenai gizi, pemberian ASI eksklusif, umur pemberian MP-ASI, tingkat kecukupan zink, tingkat kecukupan zat besi, riwayat penyakit infeksi serta faktor genetik dari orang tua, namun untuk tingkat kecukupan protein dan kalsium di wilayah pedesaan menunjukkan hubungan yang signifikan sedangkan di wilayah perkotaan tidak menunjukkan adanya hubungan. Berdasarkan hasil analisis multivariabel faktor yang paling mempengaruhi terjadinya stunting pada anak balita di wilayah pedesaan maupun perkotaan sama yaitu tingkat kecukupan zink. Tingkat kecukupan protein dan kalsium di desa menunjukkan hubungan yang signifikan, namun di perkotaan tidak menunjukkan hubungan dengan kejadian stunting pada anak balita. Kondisi tersebut disebabkan di daerah pedesaan umumnya sumber protein berasal dari protein nabati. Kandungan protein pada sumber bahan makanan hewani lebih tinggi jika dibandingkan dengan sumber protein nabati. Hubungan tingkat kecukupan kalsium dapat terjadi disebabkan jumlah anak balita yang tingkat kecukupan kalsium kurang lebih banyak di desa dari pada di kota. Selain itu, faktor lain seperti cara pengolahan makanan yang dapat mempengaruhi kandungan kalsium dalam suatu makanan. Pada proses pengolahan memberikan pengaruh terhadap kelarutan mineral dan gizi bahan pangan karena terjadi kerusakan oleh panas yang berakibat menurunnya nilai gizi. Tingkat kecukupan zink merupakan faktor yang paling mempengaruhi terjadinya stunting pada anak balita antara di wilayah pedesaan dan perkotaan. Zink merupakan salah satu zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit tetapi kebutuhannya sangat esensial bagi kehidupan. Zink berperan dalam produksi hormon pertumbuhan (Growth Hormon/GH). Zink dibutuhkan untuk mengaktifkan dan memulai sintesis hormon pertumbuhan. Pada defisiensi Zn akan terjadi gangguan pada reseptor GH, produksi GH yang resisten, berkurangnya sintesis Liver Insulin Growth Factor (IGF)–I dan protein yang membawanya yaitu IGFBP-3.en_US
dc.relation.ispartofseries102110101041;
dc.subjectFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BALITA DI WILAYAH PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN JEMBERen_US
dc.titleFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BALITA DI WILAYAH PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN JEMBERen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record