dc.description.abstract | Sinkretisme Dalam Budaya Nyader di Kabupaten Sumenep (Studi Kasus di Desa
Pinggir Papas Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep); Faizal Roziqy,
070910302031; 2014: 87 halaman; Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Jember.
Di Kabupaten Sumenep Kecamatan Kalianget Desa Pinggir Papas. Desa
Pinggir Papas Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep dikenal sebagai daerah
penghasil garam yang cukup penting. Desa Pinggir Papas menjadi penghasil garam,
tidak lepas dari legenda seorang tokoh Anggosuto. Berdasarkan keberhasilannya
tersebut, masyarakat Desa Pinggir Papas meyakini bahwa Anggosuto orang pertama
yang tinggal di Desa ini dan yang menemukan cara membuat garam. Sebagai
penghormatan masyarakat atas itu, dilakukannya dengan upacara nyader atau nadar.
Wujud upacara nyader ini adalah kegiatan berziarah ke makanm Kyai Anggosuto.
Dalam perkembangannya, ada yang beranggapan bahwa upacara nyader yang
sebatas berziarah adalah bid’ah, dengan kata lain menyimpang dari ajaran Islam yang
terkandung dalam Alquran dan Hadist. Namun, kenyataannya tidak hanya berziarah
walaupan masyarakat Desa Pinggir Papas mayoritas adalah Islam, upacara nyader
masih dipengaruhi oleh praktik Hinduisme yakni kepercayaan anismisme dan
dinamime. Dengan demikian, upcara ini ada maksud masih mempercayai kekuatan
Alla SWT. Hal ini bertentangan dengan syariat Islam murni. Meskipun masyarakat
mengetahui hal tersebut, nyatanya warga Desa Pinggir Papas tetap Mengatakan
dirinya tidak Musrik hanya dengan melakukan upacara nyader.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses berlangsungnya
upcara nyader dan menganilisis, menjelaskan serta mendeskripsikan bentuk
sinkretisme budaya nyader. Penelitian ini dilakukan di Desa Pinggir Papas,
menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penentuan Informan inti dan Informan
7
7
tambahan dilakukan dengan purposive sampling. Dan teknik pengambilan datanya
dengan wawancara tak terstruktur, observasi, dokumentasi, dan studi pustaka. Data
yang diperoleh, kemudian dianalisis dengan menggunakan model analisis dari miles
dan huberman.
Berdasarkan hasil penelitian, proses upacara nyader meliputi penetuan waktu,
persiapan upacara, dan pelaksanaan upacara. Upacara nyader, dengan pemujaan pada
roh nene moyang dianggap mampu membebaskan masyarakat dari musibah dan roh
jahat. Padahal dalam Islam hal tersebut telah diatur jelas dalam alquran surat Al
Maidah ayat 23, bahwa hanya menyandarkan segala urusan kepada Allah SWT
semata. Sedangkan, masyarakat, beranggapan hal tersebut merupakan berdoa kepada
Allah SWT melalui pendekatan kepada orang yang memiliki amalan baik. Sehingga,
terjadi proses saling member di keduanya yaitu budaya yang dimasukkan kedalam
agam melalui kegiatan nyader tetapi tetap mengguanakan doadoa bacaan Islam.
Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti mencoba untuk memberikan
saran kepada pemerintah Kabupaten Sumenep bahwa Budaya Nyader diperlukan
sumbangsih pemerintah dan masyarakat agar tetap lestari. | en_US |