LANGKAH INDONESIA MENANGGAPI DICANTUMKANNYA HIU DALAM LAMPIRAN II CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE IN ENDANGERED SPECIES (CITES)
Abstract
Langkah Indonesia menanggapi dicantumkannya hiu dalam lampiran II
Convention on International Trade in Endangered Species (CITES); Tiara Adinda
Sari, 100910101018; 2014; 112 halaman; Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember.
Isu perdagangan hiu menjadi perhatian internasional ketika perburuannya
dilakukan dengan memotong sirip mereka hidup-hidup atau disebut Shark
Finning. Tingginya permintaan sirip hiu dan lambatnya perkembangbiakan hiu
menyebabkan populasi hiu di dunia menurun. Convention on International Trade
in Endangered Species (CITES) sebagai konvensi yang mengatur perdagangan
tumbuhan dan satwa liar, sejak tahun 2002 telah mencantumkan Cetorhinus
maximus (Hiu Penjemur/ Basking Shark) pada lampiran II CITES. Dalam
perkembangannya, hingga saat ini konferensi CITES telah menyepakati
perlindungan untuk delapan jenis hiu yang tercantum pada lampiran II CITES.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan
Indonesia sebagai respon dari dicantumkannya hiu dalam lampiran II CITES baik
pada tatanan kebijakannya maupun aksi secara riil sebagai bentuk kepatuhannya
terhadap aturan CITES. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
deskriptif-kualitatif di mana peneliti akan menjelaskan fenomena pencantuman
beberapa jenis hiu dalam lampiran II CITES dan menganalisis dampaknya
terhadap kebijakan konservasi hiu di Indonesia. Peneliti juga menggunakan
metode studi pustaka untuk memperoleh dan mengumpulkan data-data serta
referensi guna mendapatkan analisa secara lebih mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencantuman hiu pada lampiran II
CITES mempengaruhi perubahan kebijakan dan perilaku Indonesia sebagai salah
satu negara anggotanya. Peneliti menemukan tiga langkah yang dilakukan oleh
Indonesia, yaitu: membuat kebijakan tentang perdagangan dan konservasi hiu di
Indonesia, mengoptimalkan pengelolaan kawasan konservasi dengan melibatkan
masyarakat lokal, dan meningkatkan intensitas kerjasama antara pemerintah
Indonesia dengan pihak lain.