PENINGKATAN KEMAMPUAN BERCERITA SISWA KELAS VII A MTs AL FIRDAUS KECAMATAN PANTI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN SAVI
Abstract
Penerapan  model  pembelajaran  kooperatif  dengan  pendekatan  SAVI  bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan bercerita siswa kelas VII A MTs Al Firdaus. Hal ini
dilakukan  karena  kemampuan bercerita  siswa  kurang  optimal.  Kurangnya
kemampuan  bercerita  siswa  disebabkan  oleh kurangnya  bekal  pengetahuan  siswa
tentang  aspek  kebahasaan  dan  nonkebahasaan  dalam  bercerita.  Siswa  juga  belum
mampu  bercerita  dengan  lancar. Selain itu,  metode  yang  digunakan  guru hanya
metode ceramah dan penugasan, serta tidak ada penggunaan media pembelajaran oleh
guru, sehingga siswa pasif dan kurang antusias dalam mengikuti proses pembelajaran.
Kurangnya  kemampuan  bercerita  siswa  juga  ditunjukkan  dari  nilai  tes  siswa.  Siswa
belum  mencapai ketuntasan  hasil  belajar  secara  klasikal  (65%  siswa  nilainya ≥  65).
Siswa yang mencapai ketuntasan nilai minimal hanya 13 siswa dari 36 siswa.
Model  pembelajaran  kooperatif  dengan  pendekatan  SAVI  diaplikasikan  untuk
meningkatkan  kemampuan  bercerita  siswa,  karena  dalam  model  pembelajaran  ini
siswa lebih  mudah  menyelesaikan  masalah  secara  berkelompok.  Selain  itu,  dengan
keempat komponen dalam pendekatan SAVI, siswa akan lebih aktif dalam mengikuti
pembelajaran  karena  di  dalamnya  terdapat  penggunaan  alat  peraga. Berdasarkan  hal
tersebut,  permasalahan  yang  akan  dibahas  adalah  : a) Bagaimanakah penerapan
model  pembelajaran  kooperatif  dengan  pendekatan  SAVI  dalam  meningkatkan
kemampuan  bercerita pada  siswa  kelas  VIIA  MTs  Al  Firdaus;  b) Bagaimanakah
aktivitas  guru  dan  siswa  dalam  pembelajaran  bercerita  melalui  model  pembelajaran
kooperatif  dengan  pendekatan  SAVI;  c) Bagaimanakah  peningkatan  kemampuan
bercerita  siswa  kelas  VIIA  MTs  Al  Firdaus  setelah  diterapkan  model  pembelajaran
kooperatif dengan pendekatan SAVI. Hasil  dan  pembahasan  menunjukkan  bahwa  pada  tahap  prasiklus  guru  tidak
memberikan  materi  mengenai  aspek  kebahasaan  dan  nonkebahasaan  kepada  siswa,
sehingga  dilakukan  perbaikan  pada  siklus  I  dengan  memberikan materi  mengenai
aspek kebahasaan dan nonkebahasaan. Pada siklus  I, aktivitas guru dan siswa dalam
pembelajaran  bercerita kurang  optimal. Guru  kurang  memantau  kegiatan  siswa
sehingga siswa menjadi ramai dan suasana kelas tidak kondusif. Perbaikan dilakukan
dengan mengkondisikan kelas  yang kondusif sebelum pelajaran dimulai. Pada siklus
II aktivitas  guru  dan  siswa  sesuai  dengan  perencanaan  pembelajaran.  Semua
deskriptor telah dilaksanakan oleh guru dan siswa, sehingga aktivitas guru dan siswa
pada pelaksanaan pembelajaran siklus II berjalan dengan sangat optimal. Peningkatan
kemampuan  bercerita  siswa  setelah  diterapkan  model  pembelajaran  kooperatif
dengan  pendekatan  SAVI  dapat  dilihat  dari  nilai  tes. Kemampuan  bercerita  siswa
meningkat  dari  36,11%  pada  siklus  I  menjadi  72,22%  pada  siklus  II. Pada  siklus  I,
kurangnya kemampuan siswa terletak pada aspek kelancaran, gerak-gerik dan mimik,
serta  keberanian.  Perbaikan  dilakukan  dengan  cara melatih  siswa  mengucapkan
penggalan-penggalan  kalimat dalam  cerpen.  Dengan  demikian,  pada  siklus  II  aspek
kelancaran dan keberanian jauh lebih baik dari siklus I.
Simpulan yang diambil dari paparan hasil penelitian adalah (1) siswa dan guru
telah  melaksanakan  semua  deskriptor  yang  ada  dan  guru  telah  menggunakan  media
pembelajaran  berupa  alat  peraga;  (2) Kemampuan  bercerita  siswa  meningkat  dari
36,11% pada siklus I menjadi 72,22% pada siklus II dan siswa mencapai ketuntasan
belajar secara klasikal (65% nilai siswa ≥ 65), sehingga dengan demikian penerapan
model  pembelajaran  kooperatif  dengan  pendekatan  SAVI  dapat  meningkatkan
kemampuan  bercerita  siswa. Saran  yang  dapat  diberikan  dari  hasil  penelitian  ini
adalah (1) bagi peneliti lain, hendaknya lebih matang dalam menyiapkan perencanaan
pembelajaran  agar  pelaksanaan  pembelajaran  sesuai  dengan  perencanaan; (2)  bagi
Guru  Bahasa  Indonesia, hendaknya lebih serius  lagi  dalam  mengajarkan  cara
bercerita kepada siswa dengan gerak dan suara yang berbeda.