POLA DIGLOSIA PADA MASYARAKAT MADURA DI DESA KEDUNGDOWO KECAMATAN ARJASA KABUPATEN SITUBONDO
Abstract
Pola Diglosia pada Masyarakat Madura di Desa Kedungdowo Kecamatan
Arjasa Kabupaten Situbondo; Joni Eko Purnomo, 080110201001; 2013; 127
halaman; Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Jember.
BM adalah salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia. BM
digunakan sebagai sarana komunikasi sehari-hari oleh masyarakat yang bertempat
tinggal di pulau Madura maupun di luar Madura, seperti wilayah Jawa Timur
bagian timur.
Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan serta menjelaskan pola
Diglosia pada Masyarakat Madura di Desa Kedungdowo secara empiris. Objek
kajian dalam penelitian ini adalah (1) pemakaian bahasa pada masyarakat Madura
dan (2) pola diglosia yang terjadi dalam masyarakat Madura. Bahasa yang
digunakan penduduk Kedungdowo kepada (1) tuturan sesama orang Kedungdowo
(OK), (2) tuturan dengan orang luar (OL). Data tuturan yang telah dikelompokkan
tersebut dipilah lagi berdasarkan, (1) jarak etnik (OK dan OL), (2) jarak situasi
tutur (formal dan tidak formal), (3) jarak sosial (sederajat dan tidak sederajat), (4)
hubungan sosial (akrab dan tidak akrab).
Pemakaian bahasa Madura pada masyarakat Madura di Desa Kedungdowo
dibagi dalam berbagai ranah. Dalam ranah keluarga BM ragam ta’ abhâsa (enjâ’-
iyâ) dan ragam abhâsa (engghi-enten) paling sering digunakan dalam situasi tidak
formal, jarak sosial sederajat maupun tidak sederajat dan hubungan sosial akrab
maupun tidak akrab, sedangkan BM ragam abhâsa (èngghi-bhunten) dan BI tidak
pernah digunakan. Situasi formal sangat jarang ditemukan dalam ranah ini. Dalam
ranah sosial ketetanggaan BM ragam ta’ abhâsa (enjâ’-iyâ) dan ragam abhâsa
(engghi-enten) digunakan dalam situasi tidak formal, jarak sosial sederajat
maupun tidak sederajat, hubungan sosial akrab maupun tidak akrab. BM ragam
abhâsa (èngghi-bhunten) digunakan dalam situasi formal dan BI digunakan dalam
situasi formal. Dalam situasi tidak formal, BI digunakan kepada OL yang baru
dikenal, jarak sosial sederajat maupun tidak sederajat dan hubungan sosial tidak
viii
.
akrab. Dalam ranah keagamaan, hanya BM ragam abhâsa (èngghi-bhunten) yang
digunakan dalam situasi formal maupun tidak formal. BM ragam ta’ abhâsa
(enjâ’-iyâ), abhâsa (engghi-enten) dan BI hampir tidak pernah digunakan dalam
tuturan penuh, biasanya hanya dalam bentuk sisipan-sisipan dalam sebuah tuturan
BM ragam abhâsa (èngghi-bhunten).
Dalam ragam pendidikan BM hanya digunakan dalam situasi tidak formal,
jarak sosial sederajat maupun tidak sederajat, dan hanya digunakan kepada lawan
tutur yang akrab. selain BI digunakan dalam situasi formal, BI juga digunakan
dalam situasi tidak formal, terutama kepada lawan tutur yang tidak akrab dan
jarak sosial yang sederajat dan lebih tinggi. Dalam ranah pemerintahan BM ragam
ta’ abhâsa (enjâ’-iyâ) dan ragam abhâsa (engghi-enten) digunakan dalam situasi
tidak formal, jarak sosial sederat maupun tidak sederajat, akrab maupun tidak
akrab. BM ragam abhâsa (èngghi-bhunten) dan BI hanya digunakan dalam situasi
formal, jarak sosial sederajat maupun tidak sederajat, hubungan sosial akrab
maupun tidak akrab.
Pola diglosia yang ditemukan pada penggunaan BM dan BI pada
masyarakat Kedungdowo dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Dalam ranah
keluarga, BM ragam ta’ abhâsa (enjâ’-iyâ) merupakan bahasa R dan BM ragam
abhâsa (engghi-enten) merupakan bahasa T (tinggi). Dalam ranah sosial
ketetanggaan BM ragam ta’ abhâsa (enjâ’-iyâ) dan ragam abhâsa (engghi-enten)
merupakan bahasa R (rendah) sedangkan BM ragam abhâsa ( èngghi-bhunten)
dan BI merupakan bahasa T. Dalam ranah keagamaan, tidak ditemukan pola
diglosia karena hanya digunakan satu ragam BM yaitu ragam abhâsa ( èngghibhunten)
yang merupakan bahasa T. Dalam ranah pendidikan, BM ragam ta’
abhâsa (enjâ’-iyâ) merupakan bahasa R, sedangkan BM ragam abhâsa (engghienten)
dan BI merupakan bahasa T. Dalam ranah pemerintahan, BM ragam ta’
abhâsa (enjâ’-iyâ) dan ragam abhâsa (engghi-enten) merupakan bahasa R
sedangkan BM ragam abhâsa (èngghi-bhunten) dan BI merupakan bahasa T. Pola
diglosia yang terjadi pada masyarakat di Desa Kedungdowo adalah pola nestedbertingkat,
bahasa Madura ragam ta’ abhâsa (enjâ’-iyâ) sebagai varietas bahasa R
terhadap ketiga varian bahasa lainnya.