Show simple item record

dc.contributor.authorArisandy Lutfy, Rendra
dc.contributor.authorIriyanto, Echwan
dc.contributor.authorPrihatmini, Sapti
dc.date.accessioned2014-09-02T04:49:05Z
dc.date.available2014-09-02T04:49:05Z
dc.date.issued2013
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/59110
dc.description.abstractKorupsi merupakan masalah yang sangat kompleks. Dari berbagai aspeknya, terbukti bahwa korupsi adalah fenomena yang memberikan implikasi negatif terhadap kehidupan manusia, baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang. Sekarang di Indonesia jika orang berbicara mengenai korupsi, pasti yang dipikirkan hanya perbuatan jahat menyangkut keuangan Negara dan suap. Pendekatan yang dapat dilakukan terhadap masalah korupsi bermacam ragamnya. Oleh karena itu korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime), karena korupsi telah terjadi disemua aspek kehidupan, dan dilakukan secara sistematis sehingga sulit untuk memberantasnya. Korupsi sendiri sulit diberantas karena pelakunya yang identik adalah para pejabat dan para pemegang kekuasaan seperti yang telah diuraikan di atas, artinya korupsi tidak dilakukan oleh orang biasa, tapi dilakukan oleh orang-orang yang cerdas dan para intelektual yang memiliki ilmu pengetahuan luas. Tindak pidana korupsi dilakukannya secara rapi dan sangat sistematis, untuk itu tidak jarang korupsi dilakukan secara berkali-kali dalam satu rentetan mekanisme pencairan uang, seakan-akan pencairan dana itu telah sesuai dengan peruntukannya sehingga sulit untuk diketahui adanya suatu tindak pidana korupsi. Ketika korupsi itu terungkap maka tidak jarang korupsi itu dituntut dengan perbuatan korupsi secara berlanjut. Perbuatan berlanjut terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan (kejahatan atau pelanggaran) dan perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut sebagaimana diatur dalam Pasal 64 KUHP. Dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak diatur mengenai perbuatan korupsi yang dilakukan secara berlanjut, namun dalam penerapannya Jaksa Penuntut Umum biasanya menggunakan Pasal 64 KUHP sebagai juncto untuk mendakwa pelaku tindak pidana korupsi yang dilakukan secara berlanjut. Akan tetapi dalam praktik terkadang ada putusan dari dugaan Tindak Pidana Korupsi yang dirasa menciderai keadilan masyarakat, apakah itu mengenai terlalu ringannya hukuman yang dijatuhkan atau bahkan pembebasan terhadap terdakwa. Salah satu contoh putusan bebas terkait dugaan Tindak Pidana Korupsi yang akan dikaji oleh peneliti adalah Putusan No.620 K/Pid.SUS/2008. Pada kasus ini Mahkamah Agung menolak upaya hukum kasasi dari Penuntut Umum dengan menguatkan Putusan dari Pengadilan Negeri Slawi. Perbedaan argumentasi antara Hakim Mahkamah Agung dan Penuntut Umum inilah yang menarik untuk dikaji lebih dalam oleh peneliti. Penelitian yang dikaji dalam jurnal ini adalah pertama, apakah pengajuan upaya hukum kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum sudah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kedua, apakah pertimbangan Hakim Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa putusan Hakim Judex Facti merupakan putusan bebas murni telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penulisan jurnal bertujuan untuk mengkaji dan memahami kesesuaian pengajuan upaya hukum kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Selain itu, untuk mengkaji dan memahami kesesuaian pertimbangan Hakim Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa putusan Hakim Judex Facti merupakan putusan bebas murni dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Metode penelitian dalam penulisan jurnal ini menggunakan penelitian yang bersifat yuridis normatif. Dalam penulisan jurnal ini, metode pendekatan masalah yang digunakan berupa pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach). Sumber bahan hukum yang digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan yang menjadi pokok pembahasan berupa bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan yang relevan, ditunjang dengan bahan hukum sekunder yang bersifat mendukung dari bahan hukum primer serta menggunakan analisis hukum dengan metode deduksi. Kesimpulan dalam jurnal ini yaitu Pasal 244 KUHAP secara tegas menerangkan bahwa terhadap Putusan bebas tidak ada kesempatan bagi terdakwa/Penuntut Umum untuk mengajukan upaya hukum kasasi. Selain itu saya menilai Hakim Mahkamah Agung menolak kasasi Penuntut Umum sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Saran dalam jurnal ini adalah agar Penuntut Umum dalam menguraikan dakwaannya saat pembuktian di persidangan harus jelas dan cermat sehingga tidak ada lagi Putusan bebas yang diakibatkan Penuntut Umum dinilai tidak dapat membuktikan dakwaannya oleh Hakim.en_US
dc.publisherUNEJen_US
dc.relation.ispartofseriesArtikel Ilmiah Mahasiswa;
dc.subjectkasasien_US
dc.subjectpertimbangan hakimen_US
dc.subjectputusan bebasen_US
dc.titleANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DANA APBD KABUPATEN TEGAL (PUTUSAN NOMOR: 620 K/Pid.SUS/2008)en_US
dc.typeArticleen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

  • SRA-Law [296]
    Koleksi Artikel Hasil Penelitian Mahasiswa S1 Bidang Hukum (FH)

Show simple item record