Permasalahan Dan Solusi Pemilihan Kepala Daerah Dalam Sistem Pemerintahan Demokrasi Di Indonesia
Abstract
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan. Sehingga demokrasi dapat diartikan pemerintahan dari rakyat dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Pemerintahan yang kewenangannya pada rakyat. Semua anggota masyarakat (yang memenuhi syarat) diikutsertakan dalam kehidupan kenegaraan dalam aktivitas pemilu. Pelaksanaan dari demokrasi ini telah dilakukan dari dahulu di berbagai daerah di Indonesia hingga Indonesia merdeka sampai sekarang ini. Demokrasi di negara Indonesia bersumberkan dari Pancasila dan UUD ’45 sehingga sering disebut dengan demokrasi pancasila. Demokrasi Pancasila berintikan musyawarah untuk mencapai mufakat, dengan berpangkal tolak pada faham kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Desentralisasi di Indonesia dalam perspektif dinamika politik lokal telah memasuki babak baru. Pemilihan Umum kepala daerah langsung (pemilukada langsung) telah menandai dimulainya era demokrasi langsung. Keberhasilan demokrasi politik pada aras lokal ditandai dengan berlangsungnya pemilukada langsung menunjukkan bahwa di Indonesia telah berlangsung sistem politik yang demokratis dan stabil untuk pemerintahan yang terdesentralisasi, sistem kawal dan imbang (checks and balances) yang makin baik. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) pada awalnya dilakukan secara tidak langsung melalui perwakilan DPRD Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Sebagai akibat dari perubahan konstelasi politik dan sosial, maka Pilkada tidak lagi dilakukan oleh DPRD, akan tetapi dipilih secara langsung oleh masyarakat. Pilkada langsung ini dilakukan sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Partai politik dan masyarakat daerah dianggap telah mengalami perubahan pendewasaan dalam berdemokrasi. Akan tetapi hal ini ternyata tidak sepenuhnya benar. Karena dengan Pilkada Langsung pelanggaran Pilkada tidak lagi melibatkan elit politik daerah, tetapi meluas menjadi persoalan dan sengketa masyarakat daerah.
Terkait dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini bertujuan 1. mengklasifikasi dan menjelaskan kemungkinan potensi permasalahan yang dapat terjadi dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia. 2. menganalisis dan menjelaskan penerapan sanksi terhadap permasalahan yang terjadi dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia. 3. menganalisis serta mengkaji strategi dan antisipasi sebagai upaya meminimalisir permasalahan yang terjadi dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia.
Sisi strategis penelitian ini adalah pada hasil akhir dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan rekomendasi baru dalam penyelesaian dan solusi terhadap konsep dan model “pilkada” sebagai salah satu pilar dari konstitusi yang menghasilkan out put dalam bentuk klasifikasi permasalahan pilkada dan solusi penanganan permasalahan pilkada yang lebih tepat dalam kerangkan sistem pemerintahan yang demokratis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan penekanan explanatory approach.
Secara garis besar Undang-Undang Pemilu membagi bentuk pelanggaran dalam pemilihan umum menjadi 3 yakni : pelanggaran administrasi pemilu (perdata), pelanggaran pidana pemilu, dan perselisihan hasil pemilu. Pasal 248 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2007 tentang Pemilu mendefinisikan perbuatan yang termasuk dalam pelanggaran administrasi adalah pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang Pemilu yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana pemilu dan ketentuan lain yang diatur dalam Peraturan KPU. Pasal 252 Undang-Undang Pemilu mengatur tentang tindak pidana pemilu sebagai pelanggaran pemilu yang mengandung unsur pidana. Yang dimaksud dengan perselisihan hasil pemilu menurut pasal 258 Undang-Undang Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan peserta pemilu mengenai penetapan jumlah perolehan suara hasil pemilu secara nasional. proses pelaksaan pesta demokrasi yakni pemilihan umum, pemerintah telah membentuk lembaga khusus yang menangani pelaksanaan pemilihan umum baik administratif maupun teknis. Lembaga pemerintah tersebut adalah KPU yaitu komisi pemilihan umum yang ada diseluruh Indonesia baik ditingkat daerah ataupun nasional. KPU bertugas merencanakan dan melaksanakan pemilihan umum untuk eksekutif dan legislatif baik presiden, gubernur, bupati, DPR RI, DPD, dan DPRD. Dalam rangka mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan Pilkada, dipandang perlu untuk meningkatkan kesadaran hukum dan kematangan dalam kehidupan demokrasi yang dapat dilakukan melalui permasyarakatan.
Maka untuk Pilkada Yang Akan Datang yaitu perlu penataan kembali UU No. 32 Tahun 2004 pasal-pasal yang menyangkut Pilkada. Bagi daerah yang sedang (dan akan) melakukan Pilkada, amat tepat bila KPUD menciptakan aturan hukum berupa Keputusan KPUD yang dapat mengurangi suap, seperti transparansi pencalonan dan penjaringan di tingkat partai politik dan pengaturan yang lebih jelas masalah dana kampanye. Upaya mengatasi suap pada pilkada tidak saja menjadi peran dari para aparat penegak hukum untuk mengatasi problematika ini. Dibutuhkan peran semua pihak, khususnya dalam pihak-pihak yang berwenang dalam merumuskan sistem dan aturan hukum Pilkada yang dapat meminimalisir terjadinya suap.