dc.description.abstract | Pengaturan gratifikasi di dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dirumuskan berlandaskan filosofi, sosiologis dan
yuridis. Pengaturan tersebut dilandaskan pada filosofi, sosiologis dan yuridis agar gratifikasi
yang diatur secara formulasi bisa memberikan rasa keadilan, kemanfaatan dan kepastian
hukum dalam implementasinya. Gratifikasi bukanlah jenis delik melainkan sebagai unsur
delik, adapun deliknya sendiri adalah penerima Gratifikasi. Pembuktian apakah Gratifikasi
sebagai suap atau tidak dalam undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
menganut asas pembalikan beban pembuktian. Dalam Undang-undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, penerima Gratifikasi wajib memberikan laporan kepada Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, jika hal tersebut
tidak dilakukan maka gratifikasi tersebut, dianggap sebagai suap, laporan kepada Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak gratifikasi itu
diterima dan oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi akan ditentukan apakah
gratifikasi tersebut sebagai suap atau tidak dan jika terbukti suap maka gratifikasi itu akan
menjadi milik negara dan sebaliknya apabila tidak ada kaitannya gratifikasi tersebut menjadi
hak dari penerima gratifikasi. | en_US |