dc.description.abstract | Tingginya keterwakilan perempuan perempuan Irak dalam parlemen pada
pemilu 2005 disebabkan adanya faktor intervensi Amerika Serikat, yang dimulai
sejak masa pendudukan Amerika Serikat di Irak pada tahun 2003. Kedatangan
Amerika Serikat tersebut memberi harapan baru bagi perempuan di Irak yang
berharap akan adanya perbaikan terhadap peran dan keterwakilan mereka di dalam
masyarakat, juga di dalam pemerintahan Irak. Tidak hanya bertepuk sebelah tangan,
keinginan para perempuan Irak tersebut sejalan dengan niat dari pemerintah Amerika
Serikat yang ingin menciptakan adanya equal opportunity pada semua level
kehidupan bagi perempuan di Irak.
Dalam meningkatkan peran perempuan, Amerika Serikat melakukan berbagai
upaya-upaya tertentu yang dapat mempengaruhi terwujudnya peningkatan
keterwakilan perempuan yang disebut sebagai affirmative action. Dalam
melaksanakan upayanya, Amerika Serikat menggunakan dua strategi affirmative
action, yaitu strategi soft affirmative action, yang berupa upaya dari pemerintah
Amerika Serikat untuk memperbaiki mutu pendidikan dan kualitas para perempuan
Irak, termasuk peningkatan kemampuan perempuan Irak dalam segala bidang, dan
juga wawasan perempuan Irak, sehingga perempuan di Irak bisa diakui
kemampuannya di dalam masyarakat. Soft affirmative action ini diwujudkan melalui
kerjasama dengan berbagai lembaga, yaitu:
1. Iraqi Womens Democracy Initiative (WDI)
Program yang dilaksanakan oleh IWDI mencakup pendidikan untuk
lokakarya advokasi demokrasi, kepemimpinan dan politik, proyek
kewirausahaan, dan pelatihan jurnalistik bagi para perempuan Irak.
2. National Endowment for Democracy (NED)
NED mendukung proyek-proyek di Irak yang bertujuan untuk
memperoleh kapasitas hak asasi manusia dan hak asasi perempuan pada
khususnya.
3. National Democratic Institute (NDI)
NDI bertujuan untuk meningkatkan kepemimpinan dan efektivitas
perempuan dalam lembaga dan proses demokrasi.
4. International Republican Institute (IRI)
Bagi perempuan Irak, IRI menyediakan bantuan teknis dan saran-saran
pada pelatihan kampanye, pelatihan membangun koalisi, dan pelatihan
pemungutan suara.
5. United States Institute of Peace (USIP)
USIP di Irak mendukung organisasi-organisasi masyarakat sipil yang
meningkatkan partisipasi perempuan Irak dalam kehidupan publik
(perempuan dan resolusi konflik, pembuatan konstitusi, dan antar-etnis
dialog).
6. United States Agency for International Development (USAID)
USAID telah menerapkan beberapa program yang bertujuan untuk
memberikan landasan bagi perempuan untuk transisi menuju demokrasi
Irak.
Tidak hanya melakukan upaya perbaikan kualitas para perempuan melalui
berbagai pelatihan dan pembekalan saja (soft affirmative action), untuk menjamin
adanya keterwakilan perempuan Irak dalam parlemennya, pemerintah Amerika
Serikat juga melaksanakan strategi hard affirmative action, yaitu dengan menetapkan
kuota keterwakilan perempuan di dalam parlemen Irak sebesar 25 persen. Kuota
keterwakilan perempuan sebesar 25 persen ini tercantum di dalam The Transitional
Administrative Law (TAL), pada Bab 4 pasal 30 pada tahun 2005, yang
memungkinkan adanya keterwakilan perempuan di dalam parlemen Irak pada pemilu
15 Desember 2005 untuk memilih anggota Majelis Nasional Irak (Parlemen Irak).
Upaya-upaya intervensi pemerintah Amerika Serikat dalam bentuk soft
affirmative action dan hard affirmative action yang dilaksanakan sejak 2003 hingga
2005 inilah yang penulis yakini mampu menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah
keterwakilan perempuan dalam parlemen pada pemilu 2005 di Irak. Sekarang
perempuan di Irak semakin bisa membuktikan kemampuannya di masyarakat, serta
semakin mendapat kepercayaan dari masyarakat. Hal ini terbukti dari hasil pemilu
2010, dimana dari 325 kursi di parlemen, perempuan berhasil menempati 82 kursi di
antaranya, atau sekitar 25,23 persen.
Lebih jauh lagi, perempuan telah menempati
posisi di dalam kabinet menteri. Pada tahun 2006, dari 37 menteri, 4 di antaranya
adalah perempuan. | en_US |