PEMIKIRAN SUTAN SJAHRIR DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA 1927-1947
Abstract
Sutan Sjahrir adalah salah satu dari tiga tokoh pimpinan Revolusi
Kemerdekaan Indonesia yang berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan
dan menegakkan pemerintahan Republik Indonesia. Namun, kepopuleran
Soekarno-Hatta seringkali membuat orang melupakan Sutan Sjahrir yang berada
di belakang kedua tokoh tersebut. Upaya menelusuri pemikiran Sutan Sjahrir
adalah penting sebagai usaha pengenalan diri sebagai warga negara akan
keluhuran nilai-nilai yang diperjuangkan Sutan Sjahrir. Penelitian ini bertujuan
menjelaskan dan menganalisis jawaban atas pertanyaan bagaimana latar belakang
kehidupan Sutan Sjahrir, pemikiran Sutan Sjahrir, dan implementasi pemikiran
politiknya terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia sampai tahun 1947.
Penelitian disusun berdasarkan metode penelitian sejarah, yaitu heuristik,
kritik, interpretasi, historiografi. Penelitian menggunakan pendekatan Sosiologi
Pengetahuan, pendekatan Psikoogi Sosial, dan teori Fungsionalisme Struktural.
Penelitian ini merupakan studi pustaka dengan data berupa buku-buku, jurnal,
artikel, dan hasil penelitian sebelumnya yang dianggap masih relevan untuk
menjelaskan kehidupan dan pemikiran Sutan Sjahrir.
Sutan Sjahrir lahir di Padang Panjang tanggal 5 Maret 1909 dari keluarga
Minangkabau yaitu Mohammad Rasad dan Siti Rabiah. Sejak kecil Sutan Sjahrir
berada dalam lingkungan intelektual dengan pendidikan modern. Sutan Sjahrir
mengenal dunia organisasi ketika sekolah AMS di Bandung tahun 1926. Tahun
1929, Sutan Sjahrir melanjutkan pendidikan ke negeri Belanda di Universitas
Amsterdam. Di negeri Belanda, Sutan Sjahrir lebih jauh mengenal sosialisme
serta bertemu dengan Hatta yang kemudian menjadi mentor politiknya.
viii
Akhir tahun 1931, Sutan Sjahrir pulang ke Hindia Belanda untuk
bergabung dengan PNI-Baru. Pada Februari 1934, Pemerintah Belanda
menangkap, mengasingkan Sutan Sjahrir, Hatta, dan beberapa pemimpin PNIBaru
ke
Boven
Digul.
Selanjutnya, Hatta dan Sutan Sjahrir dipindahkan ke Banda
Neira sampai kedatangan Jepang ke Hindia Belanda tahun 1942. Setelah
keberhasilan Jepang menduduki Hindia Belanda, Sutan Sjahrir mengambil sikap
non-koperatif dan membangun jaringan perjuangan Gerakan Bawah Tanah.
Pemikiran Sutan Sjahrir banyak mendapatkan pengaruh dari Barat. Sutan
Sjahrir memahami ideologinya sebagai Sosialisme Kerakyatan. Dasar pikiran dan
perjuangan Sutan Sjahrir merupakan penjelmaan ide demokrasi. Cita-cita
masyarakat yang dihayati Sutan Sjahrir adalah masyarakat sosialis yang dibangun
dengan memperhatikan harkat kemanusiaan. Pemikiran politik Sutan Sjahrir
berada pada anti kolonialisme-kapitalisme, anti feodalisme, dan anti fasisme.
Strategi Sutan Sjahrir ialah non-kooperasi, kooperasi, dan mengubah masyarakat
Indonesia melalui pendidikan.
Perubahan penting setelah Proklamasi adalah terjadinya pergeseran
pemerintahan presidensial ke pemerintahan parlementer. Sutan Sjahrir memimpin
kabinet parlementer selama tiga periode berturut-turut dari tahun 1945-1947.
Tugas utama periode kabinet Sutan Sjahrir adalah menegakkan kedaulatan Negara
Republik Indonesia melalui diplomasi sebagai garis kebijakan politik
pemerintahan, dan membangun konstelasi pemerintahan serta konsolidasi
perjuangan di dalam negeri. Diplomasi Beras dan Persetujuan Linggarjati
merupakan pencapaian pemerintahan Sutan Sjahrir yang meluaskan pengakuan
dunia internasional kepada Republik Indonesia
Kesimpulan atas hasil penelitian menunjukkan sosial, budaya, pendidikan
mempengaruhi dan membentuk pemikiran Sutan Sjahrir dengan paham sosialisme
sehingga membentuk pribadi yang humanis, anti kolonial-kapitalis, anti fasis, dan
anti feodal. Pemikiran Sutan Sjahrir mengajarkan nilai-nilai pendidikan
demokrasi. Pemikiran Sutan Sjahrir hendaknya dijadikan sebagai pelajaran dan
semangat juang menghadapi tantangan di masa kini dan masa akan datang.