KONFLIK BERDARAH DI DESA KARANGASEM KECAMATAN GAMBIRAN KABUPATEN BANYUWANGI (18 OKTOBER 1965)
Abstract
Terpilihnya Suwarno Kanapi menjadi Bupati Banyuwangi yang diusung oleh PKI,
berarti menunjukkan kemenangan PKI terhadap lawan-lawannya, yakni NU, PNI, dan Militer.
Apalagi jajaran eksekutif lebih 25 % kursi PKI menguasai pemerintahan Banyuwangi. Hal ini
mengakibatkan ketidak puasan oleh lawan-lawan politiknya. Berbagai cara licik dilakukan
lawan-lawan politiknya yang tidak puas dengan terpilihnya Suwarno Kanapi dengan cara
menunda pelantikan bupati Banyuwangi. Dengan melakukan negoisasi dengan Gubernur Jawa
Timur, melakukan unjuk rasa, dan memblokir jalan. Cara ini ternyata cukup berhasil karena
pelantikan Suwarno Kanapi tertunda sampai 7 bulan lamanya.
Meledaknya Gerakan 30 September 1965 di Ibukota Jakarta, semakin carut marut
situasi di tingkat lokal di Banyuwangi. PKI disiyalir sebagai pihak yang bertanggung jawab atas
insiden tersebut. Melihat situasi yang mencekam ini, pihak lawan politik memanfaatkan dengan
membentuk Front Bersatu, BKKS untuk memonitor dan mengontol ofensif kegiatan-kegiatan
PKI beserta simpatisannya. Pada tanggal 16 Oktober 1965 sebuah rapat akbar di alun-alun
Blambangan Banyuwangi. Rapat akbar mempertegas bahwa PKI dibalik insiden Gerakan 30
September 1965. Para Tokoh PNI, NU, Militer sepakat dalam rapat akbar itu mengutuk dan
memprovokasi warga untuk menangkap PKI beserta simpatisannya.
Sementara itu di Desa Karangasem melakukan persiapan strategi dan taktik untuk
membendung Front Bersatu yang telah melakukan penjarahan, pengrusakan, dan penangkapan
yang dianggap berbau Komunis diberbagai daerah di Banyuwangi. Para tokoh PNI, PKI, NU
dan Militer sepakat untuk melindungi desa tanah leluhur mereka dari serbuan Front Bersatu
pimpinan Mursid Muncar. Tanggal 18 Oktober 1965 meledak di Karangasem, Pemuda Ansor
Muncar melakukan penyerbuan.
Pasca konflik berdarah di Desa Karangasem, menjadikan alasan dendam bagi
organisasi yang anti-PKI. Para otak penggerak massa maupun yang terlibat di dalam peristiwa
itu, ditangkap dan ditahan di Kodim Gambiran. Mereka ditangkap karena mendapat informasi
“penghianat desa” daftar list orang yang dianggap terlibat dalam konflik dan diajukan ke
BKKS. Perlakuan tidak manusiawi diberikan kepada anggota/simpatisan PKI. Politik balas jasajuga mewarnai Desa Karangasem.Tempat kosong kepala desa dan pamong desa menjadi rebutan
mereka-mereka yang berjasa dalam penumpasan PKI. Pergantian nama desa pun dilakukan dari
Karangasem menjadi Yosomulyo diharapkan desa ini sudah bersih dengan hal-hal dari Komunis.