KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA INDONESIA DALAM SIDANG TINDAK PIDANA KORUPSI KASUS WISMA ATLET BERDASARKAN PRINSIP KESANTUNAN LEECH
Abstract
Kesantunan berbahasa ada di setiap situasi tutur, termasuk situasi tutur dalam
sidang tipikor kasus Wisma Atlet. Pada situasi tutur tersebut, ditemui tindak tutur
tidak santun yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Tindak tutur tidak santun
tersebut diklasifikasikan ke dalam prinsip kesantunan Leech. Berdasarkan latar
belakang di atas, fokus masalah pada penelitian ini ialah: 1) bagaimanakah wujud
tindak tutur tidak santun dalam sidang tipikor kasus Wisma Atlet dan alternatif
pembenahannya berdasarkan prinsip kesantunan Leech? dan 2) bagaimanakah
penyebab ketidaksantunan berbahasa Indonesia yang terdapat dalam sidang tindak
pidana korupsi kasus Wisma Atlet?
Rancangan penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Data dalam
penelitian ini berupa tindak tutur dari para peserta pertuturan yang ada dalam sidang
tipikor kasus wisma atlet yang diindikasikan tidak santun. Sumber data penelitian
berupa tindak tutur dari para peserta pertuturan yang terdapat dalam cuplikan video
rekaman sidang tipikor kasus Wisma Atlet yang diunduh dari youTube. Pengumpulan
data dilakukan dengan teknik simak catat. Proses analisis data dalam penelitian ini
terdiri dari: 1) reduksi data, 2) penyajian data, 3) penarikan kesimpulan.
Pada sidang tindak pidana korupsi kasus Wisma Atlet terdapat tuturan yang
melanggar keempat maksim berikut: 1) pelanggaran maksim kearifan terjadi, karena
penutur menggunakan kalimat imperatif. Alternatif pembenahannya ialah mengganti
kalimat imperatif menjadi kalimat berita atau kalimat tanya; 2) pelanggaran maksim
kedermawanan terjadi, karena para saksi memberikan keterangan palsu agar terhindar
dari sanksi hukum. Alternatif pembenahannya ialah dengan cara memberikan
keterangan yang jujur sesuai dengan fakta; 3) pelanggaran maksim pujian terjadi,
karena majelis hakim pertama dan penasihat hukum pertama tidak menggunakan
pemarkah kesantunan berbahasa. Alternatif pembenahannya ialah penutur harus
bertutur sesuai dengan konteks tutur dengan cara menggunakan pemarkah kesantunan
berbahasa; dan 4) pelanggaran maksim kesepakatan terjadi, karena terdakwa
meminimalkan kesepakatan dengan majelis hakim pertama. Alternatif
pembenahannya ialah penutur harus memaksimalkan kesepakatan dengan mitra tutur.
Ketidaksantunan berbahasa Indonesia dalam sidang tindak pidana korupsi kasus
Wisma Atlet terjadi, karena dipengaruhi beberapa faktor berikut: 1) dorongan rasa
emosi penutur; 2) protektif terhadap pendapat; 3) faktor kedudukan atau jabatan di
persidangan; 4) menyembunyikan informasi yang dapat merugikan penutur atau
orang lain; dan 5) sifat bawaan dari penutur atau faktor kedaerahan.
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan: 1) Hasil penelitian
ini diharapkan dapat dijadikan salah satu referensi dalam ilmu pragmatik; 2) hasil
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu acuan atau referensi untuk
mengkaji kesantunan berbahasa dengan objek penelitian dan teori kesantunan yang
berbeda; 3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu referensi untuk
menerapkan kesantunan ke dalam materi dan kegiatan pembelajaran bahasa
Indonesia.