dc.description.abstract | Pendidikan kesehatan merupakan suatu upaya atau kegiatan untuk
menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Salah satu bentu
pendidikan kesehatan adalah pendidikan kesehatan reproduksi. Maraknya pelecehan
seksual terhadap anak di bawah umur merupakan salah satu indikator kurangnya
pendidikan kesehatan reproduksi yang diberikan sejak anak usia balita. Orangtua
ditempatkan pada urutan pertama sebagai pihak yang paling bertanggung jawab
memberikan pendidikan kesehatan reproduksi pada anak. Dalam memberikan
pendidikan tersebut, orangtua harus dibekali dengan ilmu pengetahuan dan sikap
yang benar agar dapat menyampaikan dengan bahasa yang benar dan sesuai dengan
tahapan umur anak dalam menerima informasi kesehatan reproduksi tersebut.
Anak autis merupakan bagian dari anak berkebutuhan khusus juga
membutuhkan pendidikan kesehatan reproduksi sejak usia balita. Anak autis yang
cenderung mengalami hambatan dalam interaksi, komunikasi, dan perilaku social,
juga memiliki anggota reproduksi yang lengkap dan mempunyai hasrat untuk
melakukan aktivitas reproduksi secara aktif, ketika dia dewasa. Selama ini terapi yang
diberikan pada anak autis seringkali terapi bicara dan okupasi agar si anak bisa
berbicara, menulis, belajar dan bersosialisasi. Padahal mereka juga akan berkembang
menjadi seorang remaja, mengalami masa puber dan tertarik pada hal-hal yang
berbau seksualitas.
Usia balita merupakan dasar-dasar anak untuk bersikap kritis. Baik buruknya
sikap dan tingkah laku seseorang di masa anak-anak, sebagian besar ditentukan oleh
pengalaman mereka dalam melihat orang-orang di sekitarnya terutama kedua
orangtuanya. Hal itu merupakan bekal pendidikan bagi anak-anak nantinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana pendidikan kesehatan reproduksi
oleh orangtua bagi anak autis usia balita di TB dan TK Cahaya Nurani Jember.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Informan utama diambil secara
purposive sampling, sehingga diperoleh 4 responden dari orangtua anak yang
bersekolah di TB dan TK Cahaya Nurani Jember. Pengumpulan data di lapangan
dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview) dan
data dikumpulkan sejauh “dianggap” cukup guna membuat gambaran maksimal yang
diinginkan. Penelitian ini juga disertai dengan observasi partisipasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 3 responden yang memiliki rentang
umur 30-35 tahun, 1 responden berumur 42 tahun dan 4 responden berpendidikan
tinggi, memiliki sikap tabu terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang diberikan
pada anak autis usia balita. Pengertian kesehatan reproduksi yang dipahami oleh 4
responden cenderung sempit. Namun, ketika penjabaran kesehatan reproduksi pada
anak usia balita dibagi sesuai tahapannya 67% telah diajarkan pada anak responden. 3
responden tidak mengetahui akan pentingnya pengenalan anatomi tubuh pada anak
dengan bahasa yang sebenarnya, setiap anak dari 4 responden tidak mengerti terhadap
jenis kelamin yang dimiliki anak. 3 responden cenderung mengajarkan toilet training
pada anak dengan baik sejak anak sebelum dinyatakan autis samapi anak dapat
mandiri. 4 responden cenderung melakukan tindakan preventif agar anak tidak
menunjukkan anggota badan terlarang di sembarang tempat, karena anak cenderung
membuka pakaian maupun celana/roknya secara tiba-tiba di sembarang tempat.
Dari hasil penelitian tersebut diharapkan nantinya orangtua dapat memahami
bentuk kesehatan reproduksi yang dapat diajarkan pada anak usia balita dengan
benar, sehingga dapat mengurangi terjadinya pelecehan seksual pada anak usia di
bawah umur, termasuk pada anak autis. | en_US |