DEIKSIS DALAM BAHASA MADURA DI DESA KAPONGAN KECAMATAN KAPONGAN KABUPATEN SITUBONDO: SUATU TINJAUAN SEMANTIK
Abstract
Deiksis dalam Bahasa Madura di Desa Kapongan, Kecamatan Kapongan,
Kabupaten Situbondo: Suatu Tinjauan Semantik; Ahmad Sahid; 070110201033;
2011; 92 halaman; Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Jember.
Bahasa merupakan alat yang sangat penting dan berpengaruh dalam
kehidupan manusia. Dengan bahasa, manusia dapat mengutarakan keinginan,
perasaan, dan pikirannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses komunikasi
yang melibatkan bahasa selalu terdapat penggunaan deiksis. Deiksis merupakan
identifikasi orang, objek, ataupun peristiwa yang diucapkan oleh orang lain dan
mengacu pada dimensi ruang, waktu, tempat, atau pun orang.
Bahasa Madura merupakan identitas dari orang Madura. Selain itu, bahasa
Madura digunakan oleh etnik Madura sebagai alat komunikasi antarsesama anggota
keluarga dan orang-orang dari etnik Madura. Deiksis juga terdapat pada peristiwa
komunikasi yang menggunakan bahasa Madura. Penggunaan deiksis (penunjukan)
dapat mengurangi adanya kesalahpahaman dalam komunikasi. Dalam penelitian ini
dibahas pemakaian dan pemaknaan deiksis yang terdapat dalam bahasa Madura, di
antaranya yaitu deiksis pronomina persona, deiksis nama diri, deiksis pronomina
demonstratif dan deiksis waktu.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kapongan, Kecamatan Kapongan,
Kabupaten Situbondo, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Tahapantahapan
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tahap penentuan lokasi
penelitian, tahap pemilihan informan, tahap pengumpulan data, tahap analisis data,
dan tahap penyajian hasil analisis data. Metode yang digunakan dalam tahap
pengumpulan data adalah metode cakap dengan menggunakan teknik rekam dan
teknik catat. Tahap analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik Pilah unsur
penentu (PUP) dengan menggunakan metode deskriptif sebagai teknik lanjutannya.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pemaknaan dan pemakaian deiksis
dalam bahasa Madura dapat diklasifikasikan menjadi deiksis persona, deiksis nama
diri, deiksis demonstratif, dan deiksis waktu. Dalam berkomunikasi, deiksis persona
yang digunakan bergantung pada sistem tutur sapa dan tingkat tutur. Sistem tutur
sapa yang ditemukan yaitu sistem tutur sapa yang menggunakan leksem kekerabatan.
Berdasarkan tingkat tuturnya, dapat dibedakan menjadi tingkat tutur enjâ’ iyâ, tingkat
tutur engghi enten, tingkat tutur èngghi bhunten dan tingkat tutur engghè enten.
Deiksis nama diri yang ditemukan yaitu dengan penyebutan nama diri, sistem
tutur sapa dhân-bâddhânan, dan jhâjjhuluk. Penyebutan nama diri digunakan untuk
menghindari penggunaan deiksis persona, lebih ke arah faktor ketakziman,
keakraban, dan mencari perhatian lawan bicara. Selain itu, sistem tutur sapa dhânbâddhânan
digunakan oleh kalangan teman yang akrab dengan maksud untuk
keakraban yang bernilai rasa negatif, sedangkan jhâjjhuluk adalah deiksis nama diri
yang bernilai rasa positif, dengan maksud untuk menghormati. Deiksis jhâjjhuluk
diberikan kepada orang tua atas nama anak pertamanya dan juga diberikan kepada
orang yang mempunyai prestasi/ penghargaan, serta kepada hewan/ benda yang
diberikan penghargaan atas prestasi yang dimiliki.
Berdasarkan kedekatan dengan petutur, deiksis demonstratif dibedakan
menjadi è diâ, è dinna’, arèya (mengacu pada benda dan menunjuk pada seseorang),
reya’/ ya’ (digunakan untuk menegaskan sesuatu yang sedang dicari). Berdasarkan
kedekatan dengan mitra tutur berupa jârèya, è ghâdiâ, dan aruwa. Berdasarkan
ketidakdekatannya (petutur dan mitra tutur) deiksis demonstratif berupa aruwa’, da’
essa’, dan dissa’.
Deiksis waktu yang digunakan dalam bahasa Madura terdiri atas masa kini,
masa lampau, dan masa mendatang. Pembagian waktu tersebut didasarkan pada
acuan yang diinginkan oleh petuturnya.