PENGARUH SARI KEDELAI (Glycine max L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI SEL KANKER PARU PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI 7,12-Dimetilbenz(a)antrasen (DMBA)
Abstract
Kanker didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan
dan penyebaran sel abnormal yang tidak terkendali (Gilchrist, 1998). Insidensi
kanker paru di Indonesia mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Kanker paru
menduduki peringkat ke empat kanker terbanyak (Amin, 1996). Hal tersebut
mendorong dilakukannya penelitian untuk mendapatkan suatu agen preventif yang
berasal dari alam sebagai pengobatan antikanker yang dapat menimbulkan efek
toksisitas sistemik yang rendah sehingga dapat mengurangi terjadinya suatu
kegagalan terapi (Li et al., 1999). Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah
melalui penelitian terhadap tanaman obat yang mudah didapatkan yang digunakan
secara tradisional oleh masyarakat untuk mencegah terjadinya kanker. Salah satu
tanaman yang berkhasiat sebagai antikanker adalah kedelai (Glycine max L.)
(Koswara, 2006).
Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan spesies tumbuhan
yang termasuk dalam famili Leguminosae. Senyawa tumbuhan ini diketahui
mempunyai sifat antikanker, antara lain : isoflavon, inhibitor protease, phitat,
saponin, phitosterol, asam lemak dan omega-3. Di antara senyawa antikanker
tersebut, perhatian terbesar ditujukan kepada isoflavon (Koswara, 2006).
Isoflavon memiliki efek antikanker dengan menghambat aktifitas enzim penyebab
kanker, aktifitas antioksidan, dan meningkatkan fungsi kekebalan (Koswara,
2006). Jenis senyawa isoflavon yang utama antara lain adalah genistein, daidzein,
dan glistein (Ayuningtyas, 2009).
Penghambatan sel kanker oleh isoflavon dicapai melalui mekanisme
penghambatan regulasi siklus sel yang menyebabkan ekspresi gen abnormal
menurun sehingga menginduksi apoptosis sel abnormal (Peterson et al, 1997).
Secara in vitro, sari kedelai terbukti dapat mencegah terjadinya proses
karsinogenesis (Pawiharsono, 2008). Berdasarkan hal tersebut, kedelai berpotensi
sebagai agen preventif baru termasuk untuk kanker paru, maka dilakukan
penelitian ilmiah lebih lanjut untuk mengetahui apakah sari kedelai (Glycine max
L.) mempunyai pengaruh terhadap gambaran sel kanker paru pada tikus putih
(Rattus norvegicus) yang diinduksi 7,12-Dimetilbenz(a)antrasen (DMBA.
Jenis penelitian ini adalah true experimental laboratories dengan desain
Post Test Only Control Group Design (Pratiknya, 2003). Pemilihan subjek
penelitian untuk pengelompokan dan pemberian perlakuan dengan menggunakan
RAL (Rancangan Acak Lengkap) (Notoatmodjo, 2002). Dalam penelitian ini
menggunakan 2 kelompok kontrol, yaitu kontrol negatif (pur dan aquadest) dan
kontrol positif (DMBA) serta 3 kelompok perlakuan, yaitu P
(sari kedelai dosis 5
mg/hari), P
2
(sari kedelai dosis 10 mg/hari), dan P
3
1
(sari kedelai dosis 20 mg/hari).
Berdasarkan penelitian ini sari kedelai (Glycine max L.) terbukti mempunyai
pengaruh terhadap gambaran histopatologi sel kanker paru, yaitu dapat
menghambat terjadinya sel kanker paru pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang
diinduksi DMBA dan didapatkan jumlah sel kanker paru yang lebih sedikit pada
pemberian dosis yang paling besar (dosis 20 mg/hari).
Collections
- UT-Faculty of Medical [1487]