Show simple item record

dc.contributor.authorRifda Farnida
dc.date.accessioned2013-12-03T07:27:16Z
dc.date.available2013-12-03T07:27:16Z
dc.date.issued2013-12-03
dc.identifier.nimNIM070910201127
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/3046
dc.description.abstractSalah satu dimensi penting dalam rangka mewujudkan cita-cita demokratisasi dan reformasi adalah dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi dengan Undang undang Nomor 32 tahun 2004 yang di dalamnya juga mengatur mengenai Pemerintahan Desa. Dengan adanya perangkat hukum tersebut telah membuka peluang bagi terwujudnya demokratisasi sampai pada tingkat pedesaan melalui perubahan konfigurasi pemerintahan desa dengan menghadirkan Badan Permusyawratan Desa (BPD) sebagai institusi perwakilan rakyat di tingkat Desa yang mempunyai kedudukan sejajar dan menjadi mitra Pemerintah Desa. Kehadiran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pemerintahan Desa dengan berbagai tugas dan fungsinya diharapkan mampu mewujudkan sistem check and balances dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Namun dalam pelaksanaannya terdapat permasalahan yang terjadi di lapangan. Permasalahannya adalah adanya pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku dengan yang ada di dalam peraturan daerah. Permasalahannya adalah BPD tidak diikut sertakan dalam pembahasan peraturan desa tentang APBDes yang seharusnya BPD harus diikutkan dalam membahas APBDes tersebut, hal ini berhubungan juga dengan peran BPD dalam mengawasi pelaksanaan peraturan desa tentang APBDes tersebut. Akibat dari lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh BPD maka terdapat beberapa anggaran yang tidak sesuai dengan realitanya yakni berupa anggaran fiktif,. Anggota BPD dalam melakukan pengawasan menggunakan dua metode yakni metode personal approach dan incidental, BPD melakukan pendekatan kepada bendahara desa dalam melihat keluar masuknya keuangan desa, namun BPD Desa Sambisirah tidak memiliki standard pengawasan dalam melakukan pengawasan dalam pelaksanaan Perdes tentang APBDes ini. Untuk mengetahui hasil kerja dalam pelaksanaan kegiatan BPD tersebut yang termasuk dalam 7 tugas BPD sesuai dengan peraturan daerah No 8 tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa. Melalui tipe penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif, peneliti menetapkan informan ini terdiri dari informan inti dan triangulasi, Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi dan wawancara. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan model inter-aktif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman. Dari penelitian dan analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa pelaksanaan pengawasan yang dilakukan BPD kurang efektif, dan juga karena adanya faktor penghambat yakni tidak adanya forum resmi yang diadakan oleh BPD dalam menampung segala aspirasi masyarakat, tidak adanya program kerja yang jelas dalam melakukan pengawasan pelaksanaan APBDes, dan inventarisasi dokumen yang lemah.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries070910201127;
dc.subjectBadan Permusyawaratan Desa,Pelaksanaan Peraturan Desa Tentang APBDesaen_US
dc.titleKinerja Badan Permusyawaratan Desa Dalam Melaksanakan Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Peraturan Desa Tentang APBDesa (Studi Di Desa Sambisirah Kecamatan Wonorejo, Kabupaten Pasuruan Tahun 2010)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record