dc.description.abstract | Indonesia adalah salah satu negara yang termasuk dalam wilayah Asia
Tenggara yang endemis malaria. Tingginya angka kematian dan seringnya terjadi
Kejadian Luar Biasa (KLB) pada malaria sehingga perlu upaya pencegahan untuk
menanggulanginya. Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
masalah utama tersebut. Salah satunya adalah dengan cara pembuatan vaksin.
Salah satu vaksin yang banyak dikembangkan saat ini adalah Transmission
Blocking Vaccine (TBV). TBV merupakan vaksin yang ditujukan untuk mencegah
terjadinya transmisi patogen dari vektor ke hospes vertebra. Vaksin ini dapat
melindungi inang dari infeksi dengan menurunkan viabilitas patogen yang
ditransmisikan arthropoda. Beberapa tahun terakhir ini telah dikembangkan TBV
berbasis saliva vektor dengan memanfaatkan komponen yang ada pada kelenjar
saliva nyamuk yang merupakan media transmisi patogen yang dalam kasus
malaria adalah Plasmodium. Di dalam kelenjar saliva Anopheles terdapat faktor
anti-hemostatik, anti-inflamasi, dan protein imunomodulator yang mensupresi
sistem imun inang, sehingga memudahkan proses blood feeding dan transmisi
Plasmodium ke dalam tubuh inang.
Komponen yang ada pada kelenjar saliva Anopheles tersebut bersifat
imunosupresif yang mempengaruhi sistem imun inang baik lokal maupun
sistemik. Hasil penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa paparan berulang
dengan menggunakan protein saliva Anopheles menyebabkan terjadinya
peningkatan respon imun inang yang mengarah ke Th1 dari Th2 untuk
menghambat perkembangan parasit di dalam sel hepatosit. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi saliva vektor malaria
Anopheles maculatus (An. maculatus), dalam intervensi terhadap infeksi parasit malaria pada hewan coba mencit galur BALB/c sebagai model TBV melawan
malaria.
Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah mengukur derajat
parasitemia mencit galur BALB/c yang diinfeksi Plasmodium berghei (P.
berghei) pasca vaksinasi ekstrak kelenjar saliva An. maculatus. Jenis penelitian ini
adalah eksperimental laboratoris. Sampel yang digunakan adalah mencit galur
BALB/c usia 6-8 minggu yang divaksinasi dengan kelenjar saliva An. maculatus
sebanyak 1460 pasang kelenjar saliva. Kelenjar saliva sebanyak 1460 pasang
tersebut sebelumnya dihomogenisasi dan disentrifugasi hingga didapatkan pellet
sebanyak 310 µl dan 1250 µl supernatan. Vaksin yang didapatkan akan
diinjeksikan sebanyak 3 kali yaitu Imunisasi I, II,dan III dengan interval 2
minggu. Kemudian 2 minggu setelah Imunisasi III dilakukan infeksi P. berghei
yang 48 jam berikutnya dihitung derajat parasitemianya dan dilanjutkan pada hari
kedua, keempat, keenam, dan kesembilan.
Berdasarkan hasil penghitungan derajat parasitemia bahwa semakin hari
derajat parasitemia semakin meningkat. Hasil pengukuran pada hari pertama,
kedua, keempat, keenam, dan kesembilan, pada kelompok perlakuan pellet
memiliki kecenderungan derajat parasitemia yang lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Oleh karena itu protein imunomodulator yang diduga
terdapat pada saliva vektor yang kemungkinan terdapat pada pellet terbukti dapat
memberikan suatu rangsangan imun terhadap inang, sehingga inang lebih tahan
terhadap patogen yang terdapat pada saliva vektor yang ditunjukkan dengan
derajat parasitemia yang cenderung lebih rendah. Dengan demikian kelenjar saliva
mempunyai potensi untuk digunakan sebagai kandidat model vaksin. | en_US |