PENGARUH STRESOR RASA SAKIT TERHADAP JUMLAH LEUKOSIT DARAH TEPI TIKUS YANG DIPAPAR Staphylococcus aureus
Abstract
Stres yang ditimbulkan oleh stresor baik fisik maupun psikis sering dijumpai
di masyarakat dan merupakan suatu masalah yang dapat menimbulkan dampak atau
perubahan pada seluruh organ tubuh khususnya pada sistem imunitas tubuh yang
terdiri dari leukosit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
stresor rasa sakit berupa renjatan listrik terhadap jumlah leukosit darah tepi tikus yang
dipapar Staphylococcus aureus. Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan
informasi ilmiah dan sebagai bahan pertimbangan untuk menangani pasien dalam
kondisi stres khususnya pada bidang kedokteran gigi.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratories. Sampel
ditentukan 8 ekor tikus wistar jantan perkelompok yang dibagi menjadi 3 kelompok
yang diadaptasikan terlebih dahulu selama 1 minggu di kandang perlakuan.
Kelompok A adalah kelompok kontrol, pada kelompok perlakuan 1 (B) tikus
dipapar bakteri S. aureus sebanyak 0,9 cc/ 100 gr BB tikus secara intra peritoneal
pada hari ke 6,7 dan 8 sedangkan kelompok perlakuan 2 (C ) adalah tikus yang diberi
stresor renjatan listrik mulai hari ke-1 dan dipapar S. aureus pada hari ke 6,7 dan 8.
Pada hari ke-8 tikus korbankan dan dilakukan pengambilan darah intra kardial 30-60
menit setelah perlakuan.
Data penelitian di analisis dengan uji one way anova untuk mengetahui
perbedaan ketiga kelompok dan dilanjutkan dengan uji Tukey HSD untuk mengetahui
kemaknaan statistik dari masing-masing kelompok. Hasil dari penelitian ini diperoleh
bahwa stresor rasa sakit berupa renjatan listrik terbukti berpengaruh dengan adanya
peningkatan jumlah leukosit darah tepi tikus. Jumlah leukosit pada kelompok
perlakuan 2 ( C ) lebih besar daripada kelompok perlakuan 1 (B) dan kelompok
kontrol. Hal ini diperkuat dengan hasil uji one way anova dan uji Tukey HSD dengan
signifikansi p=0,000 (p<0,05) yang berarti terdapat peningkatan.
Stres menyebabkan supresi sistem imun dimana stres yang diakibatkan stresor
renjatan listrik dihantar melalui hipotalamus, CRF disekresikan sehingga
menyebabkan sekresi ACTH yang juga meningkatkan sekresi kortisol. Akibatnya
leukosit di MGP menurun dan aliran ke CGP meningkat sehingga leukosit darah tepi
meningkat. Menurunnya MGP menyebabkan penderita lebih rentan terhadap infeksi
karena MGP adalah leukosit fungsional yang melawan mikroorganisme yang masuk
dari luar. Penelitian ini membuktikan bahwa stresor rasa sakit berupa renjatan listrik
dapat menyebabkan peningkatan jumlah leukosit darah tepi tikus yang dipapar
S. aureus.
Collections
- UT-Faculty of Dentistry [2062]