Show simple item record

dc.contributor.authorBambang Wibisono
dc.contributor.authorAkhmad Hariyono
dc.date.accessioned2013-12-03T02:10:16Z
dc.date.available2013-12-03T02:10:16Z
dc.date.issued2013-12-03
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/2638
dc.descriptionInfo lebih lanjut hub: Lembaga Penelitian Universitas Jember Jl. Kalimantan No.37 Jember telp. 0331-339385 Fax. 0331-337818en_US
dc.description.abstractMasyarakat Madura memiliki tradisi budaya yang unik. Salah satu di antaranya adalah tradisi perkawinan usia dini. Menggunakan pendekatan kualitatif, etngrafi komunikasi, penelitian ini berusaha menggali dan mendeskripsikan pola-pola komunikasi yang digunakan oleh warga etnis Madura dalam perkawinan usia dini. Hasil akhir penelitian ini direncanakan berupa deskripsi dan eksplanasi tentang: (1) pola-pola komunikasi antarkomunitas etnis Madura dalam rangakain kegiatan perkawinan usia dini, (2) ragambahasa yang digunakan oleh komunitas etnis Madura dalam rangkaian kegiatan perkawinan usia dini, (3) faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kegagalan komunikasi warga etnis Madura pelaku perkawinan usia dini, dan (4) forrnula strategi komunikasi yang dapat digunakan sebagai rujukan oleh warga etnis Madura pelaku perkawinan usia dini. Penelitian ini direncanakan dua tahun. Oleh karena cakupannya yang luas, pada tahun peftama penelitian ini berhasil digali dan dideskripsikan: (1) tradisi perkawinan usia dini pada masyarakar Madura di Jember, Bondowoso, dan Situbondo, (2) tata cara berlangsungnya perkawinan usia dini pada masyarakat Madura di Jember, Bondowoso, dan situbondo, (3) ragam bahasa yang digunakan dalam rangkaian kegiatan perkawinan usia dini pada masyarakat Madura di Jember, Bondowoso, dan Sifubondo, dan (4) ragam bahasa yang digunakan oleh suami-istri pelaku perkawinan usia dini dalam ranah keluarga di Jember, Bondowoso, dan Situbondo. Dari penelitian ini diperoleh deskripsi bahwa tradisi perkawinan usia dini pada masyarakat Madura, antara lain, didorong oleh adanya pandangan masyarakat Madura bahwa anak gadis tidak pantas atau dianggap tabu jika menjadi praban toa 'perawan tua' atau ta' paju ka lake ' 'tidak laku'. Demikian sebaliknya, anak laki-laki tidak pantas jika dikatakan ta' lalake' 'tidak laki-laki'. orang Madura malu jika mempunyai anak perempuan dan laki-laki dikatakan demikian. Perkawinan adalah salah satu bukti untuk menangkal pandangan tersebut. Akibatnya, orang Madura cenderung tidak menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah-sekolah umum secara tuntas, melainkan memasukkan anak-anak mereka ke pesantren. orang Madura berpandangan, "maselx asakola tenggih tak kerah daddi apah" (walapun sekolah tinggi tidak akan jadi apa-apa, maksudnya tidak akan menjadi pejabat). llt Takut kalau-kalau anak mereka tidak menemukan jodoh, sejak kecil anak-anak mereka sudah dipacangkan atau dicarikan bhakal (calon suami atau calon istri). Sebelum upacara bhakalan, kegiatan ini biasanya diawali oleh kdgiatan ngangenangen ata:u nyare ngen- angen atau mencari informasi (angin) berkaitan dengan status perempuan yang akan dilamar. Ragam bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam kegiatan nyare ngen-angen kepada orang tua calon perempuan yang ditanyakan statusnya biasanya adalah bahasa Madura ragam engghi-bhunten (BM EB). Gaya retorika yang digunakan adalah gaya retorika tidak langsung yaitu berupa bahasa ibarat. Utusan mengibaratkan seoang gadis yang ditanyakan dengan hewan piaraan (seekor ayam atau seekor sapi) atau tanaman (bunga). Inti dari acara perkawinan usia dini pada masyarakat Madura adalah diadakannya upacara pernikahan yang ditandai oleh adanya prosesi yang disebut sebagai --alimantl nikah. Dalam upacara ini ada yang menggunakan bahasa Arab, bahasa Indonesia, dan bahasa Madura. Ragam bahasa yang digunakan untuk berdoa biasanya gabungan antara bahasa Arab dan bahasa Madura ragam E-B. Ragam bahasa yang digunakan dalam pembacaan ikrar adalah bahasa Indonesia, sedangkan penjelasan tentang hak dan kewajiban suami atas istri menggunakan BM ragam E-E atau B-B. Dalam mengobrol dengan pendamping hidup warga etnis Madura pelaku perkawinan usia dini menggunakan BM. BM yang digunakan adalah BM ragam ngoko (E-I), ragam karma (E-E dan E-B). Mereka rnenggunakan BM ragam ngoko jika mereka sama-sama berasal dari keluarga biasa. Jika mereka berasal dari keluarga santri mereka cenderung menggunakan BM ragam E-E dan E-B. Dalam mengobrol dengan orang tua (ayah dan ibu) warga kelompok etnis Madura pelaku perkawinan usia dini di Jember, Bondowoso, dan Situbondo ada yang menggunakan BM ragam E-I, ada yang menggunakan BM ragam E-E dan BM ragam E-B. Penggunaan BM ragam E-I biasa digunakan oleh mereka yang berstatus sosial biasa atau rendah, sedangkan untuk mereka yang berstatus sosial sedang dan tinggi cenderung menggunakan BM ragam E-E atau E-8.en_US
dc.description.sponsorshipFUNDAMENTAL_2009en_US
dc.publisherFAKULTAS SASTRA '09en_US
dc.subjectKomunikasi Etnis Maduraen_US
dc.subjectPerkawinan Usia Dinien_US
dc.subjectEtnografi Komunikasien_US
dc.titlePola-pola Komunikasi Etnis Madura Pelaku Perkawinan Usia Dini (Kajian Etnografi Komunikasi)en_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record