TELAAH YURIDIS TENTANG PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN ASURANSI JIWA DI INDONESIA
Abstract
Sering terjadi perbedaan pendapat mengenai perikatan yang timbul dari
suatu perjanjian baku (standart contract), ataupun berlaku sebagai hukum bagi
para pihak yang berkontrak, khususnya bagi pihak pengguna barang dan jasa
cenderung ditempatkan pada posisi yang lemah. Perjanjian asuransi merupakan
suatu perjanjian baku yang menegaskan tentang pemenuhan hak dan kewajiban
yang mengikat antara penanggung dengan tertanggung, sehingga mengharuskan
untuk ditaatinya seluruh point-point perjanjian yang merupakan bagian dari
kesepakatan dalam perjanjian tersebut. Hukum perjanjian memberi gambaran,
bahwa suatu perjanjian dinyatakan sah apabila kontrak tersebut dibuat harus
memenuhi persyaratan-persyaratan subjektif dan objektif yang tercantum dalam
pasal 1320 KUHPerdata, yang menyatakan secara spesifik adanya “kesepakatan“
yang merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya perjanjian.
Tujuan dari penulisan tesis ini merupakan tujuan yang berkaitan dengan obyek
studi, yaitu: (1) untuk menelaah dan menganalisa tentang penerapan asas
kebebasan berkontrak dalam perjanjian asuransi jiwa di Indonesia, (2) untuk
mengkaji dan menganalisa asas kebebasan berkontrak yang diterapkan dalam
perjanjian asuransi jiwa di Indonesia telah memenuhi rasa keadilan atau sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila, dan (3) untuk mengkaji dan mencari solusi dalam
upaya yang dilakukan agar rasa keadilan dalam perjanjian asuransi jiwa di
Indonesia itu terpenuhi.
Metodologi pada hakekatnya berusaha untuk memberikan pedoman
tentang cara-cara seorang ilmuwan untuk mempelajari, menganalisa dan
memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya. Sedangkan penelitian ialah
suatu usaha untuk menghimpun serta menemukan hubungan-hubungan yang ada
antara fakta-fakta yang diamati secara seksama. Tipe kajian dalam penulisan tesis
ini adalah tipe penelitian hukum yuridis normatif, yang menggambarkan berbagai
permasalahan hukum yang berkaitan dengan penerapan asas kebebasan
berkontrak dalam perjanjian asuransi jiwa di Indonesia. Analisis bahan hukum
didasarkan pada metode deskriptif analitis serta menggunakan metode atau tipe
penelitian yuridis normatif, metode pendekatannya menggunakan pendekatan
peraturan hukum di Indonesia dan pendekatan analisis, bahan hukum yang yang
diperoleh dari dokumen-dokumen, literatur, produk perundang-undangan yang
berkaitan dengan perjanjian asuransi jiwa di Indonesia sebagai obyek penelitian.
Penerapan standar kontrak secara yuridis normatif bertentangan dengan
undang-undang, namun pada kenyataannya kebutuhan masyarakat menuntut terus
diberlakukannya standar kontrak. Ada dua pemikiran mengenai penerapan standar
kontrak. Kelompok pertama menolak penerapan standar kontrak karena dianggap
bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme. Hal ini
karena standar kontrak dianggap memuat klausula-kalusula yang dianggap
sifatnya sepihak atau berat sebelah. Pendapat kedua yang menerima atau
mendukung berlakunya standar kontrak yaitu : (1) menegaskan bahwa perjanjian
baku dapat diterima sebagai perjanjian berdasarkan fisik adanya kemauan dan
kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu, (2)
menyatakan bahwa setiap orang yang menandatangani perjanjian, bertanggung
jawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya. Jika ada orang yang
menandatangani standar kontrak, maka tanda tangan itu membangkitkan
kepercayaan bahwa yang bertanda tangan mengetahui dan menghendaki isi dan Sering terjadi perbedaan pendapat mengenai perikatan yang timbul dari
suatu perjanjian baku (standart contract), ataupun berlaku sebagai hukum bagi
para pihak yang berkontrak, khususnya bagi pihak pengguna barang dan jasa
cenderung ditempatkan pada posisi yang lemah. Perjanjian asuransi merupakan
suatu perjanjian baku yang menegaskan tentang pemenuhan hak dan kewajiban
yang mengikat antara penanggung dengan tertanggung, sehingga mengharuskan
untuk ditaatinya seluruh point-point perjanjian yang merupakan bagian dari
kesepakatan dalam perjanjian tersebut. Hukum perjanjian memberi gambaran,
bahwa suatu perjanjian dinyatakan sah apabila kontrak tersebut dibuat harus
memenuhi persyaratan-persyaratan subjektif dan objektif yang tercantum dalam
pasal 1320 KUHPerdata, yang menyatakan secara spesifik adanya “kesepakatan“
yang merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya perjanjian.
Tujuan dari penulisan tesis ini merupakan tujuan yang berkaitan dengan obyek
studi, yaitu: (1) untuk menelaah dan menganalisa tentang penerapan asas
kebebasan berkontrak dalam perjanjian asuransi jiwa di Indonesia, (2) untuk
mengkaji dan menganalisa asas kebebasan berkontrak yang diterapkan dalam
perjanjian asuransi jiwa di Indonesia telah memenuhi rasa keadilan atau sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila, dan (3) untuk mengkaji dan mencari solusi dalam
upaya yang dilakukan agar rasa keadilan dalam perjanjian asuransi jiwa di
Indonesia itu terpenuhi.
Metodologi pada hakekatnya berusaha untuk memberikan pedoman
tentang cara-cara seorang ilmuwan untuk mempelajari, menganalisa dan
memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya. Sedangkan penelitian ialah
suatu usaha untuk menghimpun serta menemukan hubungan-hubungan yang ada
antara fakta-fakta yang diamati secara seksama. Tipe kajian dalam penulisan tesis
ini adalah tipe penelitian hukum yuridis normatif, yang menggambarkan berbagai
permasalahan hukum yang berkaitan dengan penerapan asas kebebasan
berkontrak dalam perjanjian asuransi jiwa di Indonesia. Analisis bahan hukum
didasarkan pada metode deskriptif analitis serta menggunakan metode atau tipe
penelitian yuridis normatif, metode pendekatannya menggunakan pendekatan
peraturan hukum di Indonesia dan pendekatan analisis, bahan hukum yang yang
diperoleh dari dokumen-dokumen, literatur, produk perundang-undangan yang
berkaitan dengan perjanjian asuransi jiwa di Indonesia sebagai obyek penelitian.
Penerapan standar kontrak secara yuridis normatif bertentangan dengan
undang-undang, namun pada kenyataannya kebutuhan masyarakat menuntut terus
diberlakukannya standar kontrak. Ada dua pemikiran mengenai penerapan standar
kontrak. Kelompok pertama menolak penerapan standar kontrak karena dianggap
bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme. Hal ini
karena standar kontrak dianggap memuat klausula-kalusula yang dianggap
sifatnya sepihak atau berat sebelah. Pendapat kedua yang menerima atau
mendukung berlakunya standar kontrak yaitu : (1) menegaskan bahwa perjanjian
baku dapat diterima sebagai perjanjian berdasarkan fisik adanya kemauan dan
kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu, (2)
menyatakan bahwa setiap orang yang menandatangani perjanjian, bertanggung
jawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya. Jika ada orang yang
menandatangani standar kontrak, maka tanda tangan itu membangkitkan
kepercayaan bahwa yang bertanda tangan mengetahui dan menghendaki isi dan formulir yang ditandatanganinya tersebut, dan (3) menyatakan bahwa standar
kontrak mempunyai kekuatan mengikat, berdasarkan kebiasaan yang berlaku di
lingkungan masyarakat dan lalu lintas bisnis di dunia. Hakekat tujuan pembatasan
atau pembebasan tanggung jawab (syarat eksonerasi) bukanlah untuk merugikan
salah satu pihak, tetapi justru untuk membagi beban resiko yang layak.
Kebebasan berkontrak merupakan pilar dari hukum kontrak yang diatur di
dalam KUH Perdata. Menurut sejarahnya merupakan produk individualisme,
liberalisme, kolonialisme, dan telah diterima sebagai asas umum dalam hukum
kontrak nasional. Salah satu asas dalam hukum kontrak adalah asas kebebasan
berkontrak. Namun isinya dan pengertiannya memiliki arti sendiri karena
posisinya berada dalam sistem Hukum Nasional Indonesia. Sekarang ia berakar
pada Pancasila, UUD 1945 dan perangkat peraturan perundang-undangan lainnya.
Makna asas kebebasan berkontrak harus dicari dan ditentukan dalam kaitannya
dengan cara berpikir bangsa Indonesia.
Sebagai suatu kontrak, maka segala bentuk kesepakatan yang
menimbulkan hak dan kewajiban dalam kontrak asuransi akan berlaku sebagai
hukum khusus (lex specialis) yang mengikat perusahaan asuransi dengan
tertanggung ataupun pemegang polisnya. Artinya, bila salah satu pihak tidak
melaksanakan prestasinya (wanprestasi) sesuai dengan yang telah disepakati
dalam kontrak asuransi, maka pihak tersebut akan dihukum untuk mengganti
kerugian yang dialami oleh mitra berkontraknya sebagai akibat dari wan prestasi
tersebut. Untuk melindungi kepentingan pihak tertanggung dan menyelesaikan
sengketa yang terjadi antara Perusahaan Asuransi dengan tertanggungnya,
berdasarkan Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
maka dibentuklah Yayasan Lembaga Konsumen Asuransi Indonesia (YLKAI),
dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) oleh tiga asosiasi perusahaan
asuransi Indonesia yaitu Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi
Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), dan Asosiasi Asuransi Jaminan Sosial Indonesia
(AAJSI) yang didukung sepenuhnya oleh Menteri Keuangan RI cq. Direktorat
Jenderal Lembaga Keuangan RI (sekarang BAPEPAM-LK Departemen keuangan
RI). Sejalan dengan semangat yang terkandung dalam Undang-Undang No. 2
tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan UU No. 8/1999 tentang
Perlindungan konsumen, tujuan dari pendirian BMAI tidak adalah untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen. Dan yang lebih penting, dengan
mendirikan BMAI, industri asuransi Indonesia telah berhasil membuat suatu
terobosan dalam upaya untuk mempersempit jurang pemisah antara masyarakat
selaku pengguna jasa asuransi dengan perusahaan asuransi, dalam hal terjadi
persengketaan klaim atau tuntutan ganti rugi oleh tertanggung.
Perlu adanya perbaikan dari draf standar kontrak asuransi sehingga ada
kebebasan berkontrak bagi kedua belah pihak. Perlu juga dibentuk peraturan
khusus dari Pemerintah mengenai penerapan standar kontrak asuransi jiwa di
Indonesia, sehingga pihak penanggung tidak bertindak sewenang-wenang
terhadap pihak tertanggung. Hal ini bertujuan agar dapat terpenuhi rasa keadilan
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila atau falsafah bangsa Indonesia Perlu lebih
diefektifkannya Yayasan Lembaga Konsumen Asuransi Indonesia (YLKAI), dan
Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI), agar dapat memberikan perlindungan
yang maksimal sesuai dengan amanat Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Collections
- MT-Science of Law [331]