PRINSIP HUKUM PENGAMANAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN FIDUSIA OLEH KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Abstract
Ketentuan Pasal 30 Undang-Undang Jaminan Fidusia mewajibkan kepada
Pemberi Fidusia (debitur) untuk menyerahkan benda yang menjadi obyek Jaminan
Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia. Kemudian dalam
Penjelasan Pasal 30 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan “Dalam hal
Pemberi Fidusia tidak menyerahkan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia
pada waktu eksekusi dilaksanakan, Penerima Fidusia berhak mengambil benda
yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan
pihak yang berwenang”. Untuk mengamankan pelaksanaan eksekusi jaminan
Fidusia, Polri menerbitkan Peraturan Kapolri No.8 Tahun 2011 yang berlaku sejak
22 Juni 2011 dengan tujuan agar pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia
terselenggara secara aman, tertib, lancar, dan dapat dipertanggung-jawabkan.
Selain itu peraturan tersebut pun bertujuan agar terlindunginya keselamatan dan
keamanan penerima Jaminan Fidusia dalam hal ini multifinance, Pemberi Jaminan
Fidusia atau konsumen, dan atau masyarakat dari perbuatan yang dapat
menimbulkan kerugian harta benda dan atau keselamatan jiwa. Adapun dalam
proses pengamanan eksekusi atas Jaminan Fidusia tersebut tercantum dalam Pasal
7 Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2011 yang menyatakan permohonan pengamanan
eksekusi tersebut harus diajukan secara tertulis oleh penerima Jaminan Fidusia
atau kuasa hukumnya kepada Kapolda atau Kapolres tempat eksekusi
dilaksanakan.
Pertimbangan utama dikeluarkannya Perkap No.8 Tahun 2011 tersebut
antara lain bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara
yang bertugas dan berfungsi memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat. Sebagai alat negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia
berwenang memberikan bantuan pengamanan pelaksanaan putusan pengadilan
atau eksekusi jaminan Fidusia, kegiatan instansi lain, dan kegiatan masyarakat.
Eksekusi Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan hukum mengikat yang sama
dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, sehingga
memerlukan pengamanan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jika terjadi
kredit macet dan eksekusi atau penarikan barang begerak yang menjadi jaminan
kredit, maka atas dasar Peraturan Kapolri tersebut, diharapkan agar
terselenggaranya pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia secara aman, tertib, lancar,
dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan adanya peraturan dan undang-undang
yang mengatur fidusia itu, maka akan lebih menciptakan proses eksekusi dengan
terlindunginya keselamatan dan keamanan penerima jaminan fidusia, pemberi
jaminan fidusia, atau masyarakat dari perbuatan yang dapat menimbulkan
kerugian harta benda dan keselamatan jiwa. Prinsip-prinsip peraturan ini meliputi
legalitas, yaitu pelaksanaan pengamanan eksekusi jaminan fidusia harus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengamanan eksekusi jaminan fidusia diberikan berdasarkan penilaian
situasi dan kondisi yang dihadapi. Selain itu, dalam pengamanan eksekusi, juga
dilaksanakan secara proporsionalitas, yaitu pengamanan eksekusi jaminan fidusia
dilaksanakan dengan memperhitungkan hakikat ancaman yang dihadapi dan pelibatan kekuatan, serta memenuhi akuntabilitas, yakni pelaksanaan pengamanan
eksekusi jaminan fidusia dapat dipertanggungjawabkan. Dalam teknis
pelaksanaannya eksekusi oleh Polri harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas penulis ingin mengkaji dan
menuangkan masalah pengaman eksekusi benda jaminan fidusia oleh Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam bentuk penulisan tesis hukum dengan judul :
“Prinsip Hukum Pengamanan Eksekusi Benda Jaminan Fidusia Oleh Kepolisian
Negara Repulik Indonesia” Secara umum, tujuan penulisan tesis ini antara lain :
untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan studi ilmu hukum dan
memperoleh gelar Magister Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jember ;
sebagai salah satu upaya untuk mengembangkan ilmu hukum yang telah diperoleh
dari perkuliahan mengenai Prinsip Hukum Pengamanan Eksekusi Benda Jaminan
Fidusia Oleh Kepolisian Negara Repulik Indonesia; dan untuk memberikan
sumbangan pemikiran kepada almamater dalam hal ini perbendaharaan
kepustakaan pada program studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Jember. Tipe penelitian yang digunakan dalam penyelesaian tesis ini
adalah tipe penelitian yuridis normatif. Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai,
maka metodologi dalam penelitian tesis ini menggunakan dua macam pendekatan,
yakni pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan
Konseptual (Conseptual Approarch). Dalam pengumpulan bahan hukum ini
penulis menggunakan metode atau cara dengan mengklasifikasikan,
mengkategorisasikan dan menginventarisasi bahan-bahan hukum yang dipakai
dalam menganalisis dan memecahkan permasalahan.
Hasil kajian yang diperoleh bahwa : Prinsip-Prinsip eksekusi benda jaminan
yang harus diperhatikan dalam pembebanan jaminan fidusia adalah Asas
Accessoir, Asas spesialitas atas Fixed Loan, Asas publisitas, Asas Droit de Suite,
dan Asas Droit de Preference. Akta jaminan fidusia wajib didaftarkan pada
Kantor Pendaftaran Fidusia. Standar pengamanan eksekusi benda jaminan fidusia
olek Kepolisian RI menurut Peraturan Kapolri No.8 Tahun 2008 tentang
Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia bertentangan dengan Pasal 1033 RV,
Pasal 195, 200 ayat (11) HIR, Pasal 218 ayat (2) RBG yang mengatur tata cara
eksekusi. Dalam peraturan Kapolri tersebut, Kepolisian mengambil alih
wewenang Ketua Pengadilan Negeri. Putusan hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dan/atau eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia, Sertifikat
Hipotik, Sertifikat Hak Tanggungan wewenang tunggal Ketua Pengadilan
Negeri. Eksekusi jaminan Fidusia menurut Peraturan Kapolri tersebut di atas
adalah eksekusi yang bersifat menghakimi sendiri (eigenrichting) sehingga
merupakan perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige daad
overheids daad ).
Pelaksanaan eksekusi benda jaminan fidusia menurut Peraturan Kapolri
No.8 Tahun 2008 bertentangan dengan Pasal 1033 RV, Pasal 195 HIR, 200 ayat
(11) HIR, Pasal 218 ayat (2) RBG mengakibatkan eksekusi tersebut kehilangan
kekuatan hukum mengikat. Eksekusi tersebut merupakan perbuatan melawan
hukum (onrechtmatige daad) dan eigenrichting karena tindakan tersebut diluar
kewenangan; sehingga pihak pemberi fidusia dan/atau siapa saja yang merasa
dirugikan dapat menuntut ganti kerugian kepada pihak kreditor dan Kepolisian
Republik Indonesia . Eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia tetap atas perintah dan
dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri, tanpa mengurangi hak dan wewenangnya untuk melimpahkan delegasi eksekusi kepada Pengadilan Negeri
yang lain yang bersangkutan (Pasal 195 ayat (2) HIR/Pasal 206 ayat (2) RBG).
Kewenangan Ketua Pengadilan Negeri untuk memerintahkan dan melimpahkan
eksekusi merupakan kewenangan yang bersifat ex officio. Perintah Ketua
Pengadilan Negeri tersebut dalam bentuk Penetapan.
Berdasarkan hasil kajian tersebut penulis memberikan saran, yaitu :
Ketentuan Pasal 4 sampai dengan Pasal 13 Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia No.8 Tahun 2011 bertentangan dengan tata cara eksekusi
sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1033 RV pasal 195 HIR, Pasal 200 ayat
(11) HIR dan Pasal 218 ayat (2) RBg, maka hendaknya Kapolri mencabut
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.8 Tahun 2011 supaya
tidak menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan eksekusi jaminan
fidusia;
Kapolri hendaknya membentuk Peraturan Kepala Kepolisian dalam hal
pengamanan eksekusi bagi semua eksekusi riil tanpa harus membeda-bedakan
apakah itu jaminan fidusia, jaminan hak tanggungan maupun eksekusi putusan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena pada dasarnya pihak
kepolisian hanya membantu dalam hal pengamanan eksekusi.
Collections
- MT-Science of Law [333]