dc.description.abstract | Kerata basa [kirƆtƆbƆsƆ] berasal dari kata kerata yang berarti negesi tembung
manut pepiridaning wandane [nəgəsitəmbUmanUtpəpiridanIwandane] „memberi
makna kata berdasarkan bunyi suku katanya‟ dan basa „bahasa‟. Kerata basa dapat
dikatakan sebagai ciri orang Jawa yang memiliki tradisi othak-athik mathuk
(disingkat OAM). Kerata basa dalam istilah folklore Jawa lebih dikenal dengan
etimologi rakyat yaitu cara penjelasan kata yang unik, bahkan kadang-kadang
dianggap kurang pas dan kurang relevan. Kerata basa bahasa Jawa merupakan
keunikan pola pikir orang Jawa yang masing-masing kerata basa mengandung makna
berdasarkan sifatnya (anomali atau naturalis dan analogi atau konvensional). Oleh
sebab itu, diperlukan penelitian mendalam tentang kerata basa bahasa Jawa ditinjau
dari antropologi linguistik, sehingga tujuan penelitian untuk mendeskripsikan: (1)
bentuk dan makna kata-kata kerata basa bahasa Jawa yang bersifat anomali atau
naturalis; dan (2) bentuk dan makna kata-kata kerata basa bahasa Jawa yang bersifat
analogi atau konvensional. Kajian antropolinguistik dimaksudkan pada pembahasan
mengenai asal-usul kerata basa dalam kaitannya dengan faktor-faktor antropologis
yaitu latar belakang sosial dan budaya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan tiga
tahap yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis data dan tahap penyajian data.
viii
Tahap penyediaan data dilakukan dengan metode observasi yang digunakan untuk
pengamatan secara langsung ke tempat penelitian (Desa Bendorejo Kecamatan
Udanawu Kabupaten Blitar) dan metode cakap untuk menyediakan data yang
dilakukan dengan cara percakapan secara langsung dengan informan (wawancara).
Tahap analisis data menggunakan metode deskriptif yang digunakan untuk
mendeskripsikan jawaban dari masalah yang dibahas dalam penelitian ini yaitu
tentang makna dalam kajian antropolinguistik pada kata-kata kerata basa bahasa
Jawa di Desa Bendorejo Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar yang bersifat
anomali atau naturalis dan analogi atau konvensional; dan metode padan referensial
digunakan dalam pembentukan satuan lingual yaitu kata kerata basa bahasa Jawa
berdasarkan pola suku katanya. Tahap penyajian data dilakukan dengan metode
formal dan informal.
Dari hasil pembahasan pada bab 4. 1 yang dipaparkan bahwa kata kerata basa
bahasa Jawa yang bersifat anomali atau naturalis dapat dibagi menjadi tiga yaitu (1)
berdasarkan bentuk benda, misalnya sirah (isine rah) terdiri atas dua sku kata yaitu si
dan rah; (2) berdasarkan tingkah laku benda, misalnya sepur (asepe metu dhuwur)
terdiri atas dua suku kata yaitu se dan pur; dan (3) berdasarkan akibat tingkah laku
benda, misalnya kerikil (keri ing sikil) terdiri atas tiga suku kata yaitu ke, ri, dan kil.
Selanjutnya, dari hasil pembahasan pada bab 4. 2 yang dipaparkan bahwa kata kerata
basa bahasa Jawa yang bersifat analogi atau konvesional dapat dibagi menjadi empat,
yaitu (1) berdasarkan pertalian keluarga Jawa, misalnya simah (isine omah) terdiri
atas dua suku kata yaitu si dan mah; (2) sistem perkawinan Jawa, misalnya suruh
(kesusu weruh) terdiri atas dua suku kata yaitu su dan ruh; (3) etika Jawa, misalnya
wanita (wani ditata) terdiri atas tiga suku kata yaitu wa, ni, dan ta; dan (4) sistem
kerukunan masyarakat Jawa, misalnya tandur (nata karo mundur) terdiri atas dua
suku kata yaitu tan dan dur. | en_US |