Show simple item record

dc.contributor.authorHendra Cahya Ditama
dc.date.accessioned2014-01-27T04:44:43Z
dc.date.available2014-01-27T04:44:43Z
dc.date.issued2014-01-27
dc.identifier.nimNIM990110201073
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/25199
dc.description.abstractWasripin diasuh oleh emak angkatnya, seorang penjual tahu ketoprak sejak ibunya meninggal ketika dia masih berusia tiga tahun. Wasripin tumbuh besar di sebuah perkampungan miskin. Wasripin terbiasa diminta emak angkatnya untuk melayani hasrat birahinya beserta perempuan-perempuan lainnya. Pada mulanya Wasripin merasa biasa saja sampai akhirnya lama kelamaan dia bosan dengan kehidupannya dan memutuskan untuk pergi meninggalkan emak angkat serta kampung halamannya untuk merantau ke Jakarta. Setelah lama di Jakarta, Wasripin memutuskan untuk kembali ke kampung halaman emaknya, sebuah perkampungan nelayan di pantai utara Jawa Tengah sebelah barat. Namun dia tidak tahu apa nama dari desa asal emak angkatnya tersebut. Wasripin hanya mengikuti apa kata hatinya saja. Ia tiba di sebuah surau dan memutuskan untuk beristirahat dan tertidur. Wasripin tertidur selama tiga hari tiga malam. Di dalam mimpinya dia bertemu dengan seorang kakek tua berambut putih yang mengajarinya banyak hal. Selama tidurnya dia tidak tahu bahwa kedatangannya ke desa tersebut mulai menjadi pembicaraan banyak orang mulai dari perangkat desa, masyarakat sekitar dan pihak berwajib. Ketika terbangun Wasripin terkejut melihat banyaknya orang yang mengerumuninya. Wasripin menceritakan mimpinya tersebut pada orang-orang yang kemudian beranggapan bahwa Wasripin telah bertemu Nabi Hidhir. Wasripin pun menjadi pembicaraan orang. Wasripin akhirnya menetap di surau itu karena permintaan dari Pak Modin, tokoh masyarakat yang ada di perkampungan itu. Dengan berbagai kelebihannya yang entah dia sendiri tidak tahu darimana, Wasripin pun menjadi pujaan di perkampungan itu. Orang-orang menganggap bahwa Wasripin adalah seorang utusan Tuhan yang didatangkan untuk membantu menghadapi beban hidup mereka di tengah-tengah kekuasaan pemerintah yang sewenang-wenang. Di sebuah sungai yang ada di perkampungan nelayan tersebut Wasripin bertemu dengan Satinah, seorang penyanyi keliling bersama pamannya yang buta. Dari peristiwa pertemuan mereka di sebuah sungai di perkampungan itu menjadi awal kisah cinta mereka yang lugu dan polos. Wasripin merasa cocok dengan Satinah begitu juga sebaliknya dikarenakan persamaan nasib keduanya di masa lampau yang sama-sama kelam. Jika Wasripin dijadikan budak nafsu oleh emak angkatnya, Satinah diperkosa oleh pamannya sendiri. Paman Satinah merasa menyesal akhirnya nekat mencongkel kedua bola matanya. Pamannya yang telah buta tersebut lalu memutuskan untuk mengabdikankan hidupnya kepada Satinah. Banyak godaan dan fitnah yang menimpa Wasripin di dalam menjalani kehidupan barunya di perkampungan nelayan tersebut. Mulai dari penculikan dirinya oleh gerombolan bajak laut sampai ke tuduhan-tuduhan dari pihak kepolisian karena fitnah orang-orang yang tidak senang padanya. Di akhir cerita Wasripin ditangkap oleh tentara yang menuduhnya melakukan makar terhadap pemerintah.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries990110201073;
dc.subjectANALISIS HUMANIORA NOVELen_US
dc.titleANALISIS HUMANIORA NOVEL WASRIPIN DAN SATINAH KARYA KUNTOWIJOYOen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record