dc.contributor.author | I MADE JAYA SENASTRI, S.H. | |
dc.date.accessioned | 2014-01-27T04:18:23Z | |
dc.date.available | 2014-01-27T04:18:23Z | |
dc.date.issued | 2014-01-27 | |
dc.identifier.nim | NIM060720101028 | |
dc.identifier.uri | http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/25131 | |
dc.description.abstract | RINGKASAN
Problem lingkungan hidup pada dasa warsa sekarang ini tidak saja menjadi
masalah internal Negara Indonesia yang memiliki karakteristik bentang alam yang
berbeda tetapi juga masalah lingkungan menjadi sorotan negara-negara di
berbagai belahan dunia. Dalam UURI Nomor 23 Tahun 1997 sistem pengelolaan
plingkungan hidup dilaksanakan sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian
lingkungan hidup. Secara tekstual dalam UURI No. 23 Tahun 1997 tidak
menyatakan dengan tegas pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup melalui
prinsip-prinsip kearifan lokal sebagai konsekuensi dari pluralisme hukum di
Indonesia. Tetapi secara kontekstual dalam ketentuan yang mengatur tentang asas,
tujuan dan sasaran pengelolaan lingkungan hidup yang menjadi harapan dari
undang-undang ini.
Prinsip-prinsip kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan hidup tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan hidup yang diatur
dalam UU RI No.Tahun 1997. Prinsip-prinsip kearifan lokal dalam pengelolaaan
lingkungan hidup di Desa Tenganan Pagringsingan melalui pendekatan
interpretatif dapat diketahui bahwa pola-pola perilaku masyarakat bersifat religius
magis, dengan mengutamakan prinsip harmonisasi kehidupan manusia dengan
Tuhan, manusia dengan manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan
hidupnya. Dalam agama Hindu disebut dengan Tri Hita Karana, di samping itu
masih kentalnya kepercayaan masyarakat adat dengan bukti sejarah megalitikum.
Pola-pola perilaku tersebut dalam bentuk kearifan lokal seperti organisasi sosial
yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan berbentuk desa adat, subak,
kawasan hutan larangan yang tidak boleh dilakukan penebangan yang tidak sesuai
dengan ketentuan awig-awig. Prinsip-prinsip ini tertuang di dalam bentuk awigawig
desa adat yang mengatur sistem pengelolaan lingkungan hidup yang sangat
ketat, dan konsisten dengan dalam penerapan sanksi baik yang bersifat material
maupun sanksi yang bersifat imaterial.
Prinsip-prinsip kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan hidup
mempunyai fungsionalisasi dapat memperkaya prinsip pengelolaan lingkungan
hidup nasional karena prinsip ini bersumber dari cita hukum masyarakat
menyebabkan adanya penaatan hukum secara sukarela. Prinsip-prinsip tersebut
sudah menjadi bagian dari spirit hidup yang dianut masyarakat adat sehingga akan
memudahkan bagi penerapan dan terikatnya masyarakat pada ketentuan hukum
yang telah diatur oleh desa adat. Prinsip tersebut jika diadopsi dalam proses
pembentukan peraturan perundangan-undangan akan memberikan penguatan
terhadap kearifan lokal. | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.relation.ispartofseries | 060720101028; | |
dc.subject | Kearifan lokal, Harmonisasi, pengelolaan lingkungan hidup | en_US |
dc.title | PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BERDASARKAN PRINSIP- PRINSIP KEARIFAN LOKAL (Studi di Desa Tenganan Pagringsingan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali) | en_US |
dc.type | Other | en_US |