Show simple item record

dc.contributor.authorI S H A K
dc.date.accessioned2014-01-27T03:31:16Z
dc.date.available2014-01-27T03:31:16Z
dc.date.issued2014-01-27
dc.identifier.nimNIM050720101008
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/25060
dc.description.abstractIndonesia merupakan negara agraris, dimana mayoritas masyarakatnya memiliki profesi sebagai petani. Oleh karenanya, bagi masyarakat Indonesia air dianggap sebagai bagian penting dari pola kehidupan agraris. Sedemikian pentingnya peran air irigasi bagi kehidupan masyarakat akhirnya timbullah nilai-nilai kearifan lokal yang mengatur mengenai pengelolaan air irigasi. Ketaatan masyarakat terhadap norma-norma sosial tersebut akhirnya menumbuhkan lembaga adat yang mengelola air irigasi. Pada perkembangannya, lembaga adat semakin kehilangan eksistensi dengan adanya lembaga-lembaga formal yang dibentuk oleh negara. Pada dasarnya secara normatif lembaga formal tersebut dibentuk oleh negara dalam upaya menjaga stabilitas pengelolaan air irigasi. Namun terdapat pula motif politis, bahwa pelembagaan pengelolaan air irigasi dalam hukum negara merupakan suatu prasyarat untuk mendapatkan pinjaman dari luar negeri. Dengan demikian, keberadaan lembaga yang dibentuk oleh pemerintah tersebut bukan didasarkan akan kebutuhan para petani, melainkan karena adanya kepentingan negara terhadap suntikan dana asing. Tesis ini mengangkat tiga permasalahan pokok, yaitu : (a) Bagaimanakah pengelolaan air irigasi yang dilakukan oleh lembaga hukum adat dan hukum Negara?; (b) Bagaimanakah pengaturan pengelolaan air untuk irigasi oleh hukum negara di Jawa Timur sebagai upaya untuk meningkatkan agribisnis?; (c) Apakah konflik yang terjadi dalam pengelolaan air irigasi serta solusi atas permasalahan tersebut dalam perundangundangan ?. Tujuan dari penulisan tesis ini adalah untuk menelaah dan menganalisis pengelolaan air irigasi yang dilakukan oleh lembaga hukum adat dan hukum negara. Disamping itu untuk menelaah dan menganalisis fungsi HIPPA dalam pengelolaan dan distribusi air untuk irigasi khususnya di Jawa Timur sebagai upaya untuk meningkatkan agribisnis. Serta menelaah dan menganalisis konflik yang terjadi dalam pengelolaan air irigasi serta solusi atas permasalahan tersebut berdasarkan hukum dan perundangundangan. Pengelolaan air irigasi yang dilakukan oleh lembaga hukum adat dilakukan secara turun-temurun. Dengan berpedoman kepada kearifan lokal tersebut merupakan nilainilai yang turun temurun telah diikuti oleh beberapa generasi. Konflik yang terjadi dalam pengelolaan air irigasi timbul sebagai akibat adanya instrumen pemerintah yaitu HIPPA sebagai pengelola baru. Pengaturan pengelolaan air irigasi yang dibuat pemerintah lebih bersifat top down, sehingga tidak melihat aspek sosiologis yang telah hidup di masyarakat dan tidak akomodatif terhadap norma-norma kearifan lokal yang terlebih dahulu ada. Akibatnya terdapat interaksi antara instrumen hukum negara dan hukum adat yang berujung pada konflik pengelolaan air irigasi, konflik tersebut berupa pengelolaan cara pendistribusian air, kompensasi yang diberikan atas pengelolaan air, dan pengangkatan kepala blok yang menggantikan fungsi ulu-ulu. Pengaturan pengelolaan air untuk irigasi oleh hukum negara di Jawa Timur dilakukan melalui Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur No 6 Tahun 2003 tentang Irigasi, yang kemudian ditindak lanjuti oleh Peraturan Daerah pada masing-masing Kabupaten/Kota di wilayah Jawa Timur. Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) merupakan kelembagaan yang secara formal diakui oleh Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Timur untuk melakukan pengelolaan pada bidang air irigasi. Kelembagaan formal yang diberikan wewenang oleh hukum negara tidak bisa berkerja secara maksimal, karena tidak memahami nilai lokal dan kebiasaan yang dianut oleh masyarakat. Sehingga terjadi penurunan kualitas pelayanan dalam hal distribusi air irigasi, yang kemudian memicu adanya konflik antara lembaga adat dan lembaga negara. Solusi atas konflik lembaga adat dan lembaga negara dalam pengelolaan air irigasi adalah sinergisasi antara dua kelembagaan tersebut. Hal ini dilakukan dengan modernisasi hukum adat, yaitu mengakui eksistensi ulu-ulu sebagai instrumen adat yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sedangkan pemerintah membuat lembaga HIPPA pada daerah-daerah yang tidak memiliki hukum adat. Dapat pula pemerintah mengadopsi pranata adat untuk menjadi petugas HIPPA dengan catatan tidak mengubah norma-norma yang telah ada sebelumnya.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries050720101008;
dc.subjectAIR IRIGASIen_US
dc.titleKAJIAN YURIDIS TENTANG PENGELOLAAN AIR IRIGASI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN AGRIBISNISen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record