dc.description.abstract | Transaksi elektronik (e-commerce) menciptakan transaksi bisnis yang
lebih praktis tanpa kertas (paperless) dan para pihak yang melakukan transaksi
dapat tidak bertemu langsung (face to face), sehingga dapat dikatakan e-commerce
menjadi penggerak baru di bidang teknologi yang menjadi tuntutan masyarakat
terhadap pelayanan serba cepat, mudah, praktis, serta menghendaki kualitas yang
lebih baik. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, Buku III BW/KUHPerdata adalah produk hukum yang
dikeluarkan pemerintah sebagai dasar hukum yang dapat digunakan dalam
bertransaksi melalui media elektronik (e-commerce). Hubungan antar para
pihaknya didasarkan pada perjanjian baku online yang dibuat secara sepihak oleh
pelaku usaha. Keabsahan perjanjian baku ini tidak dipermasalahkan lagi, namun
yang perlu dipermasalahkan adalah kewajaran klausul yang biasanya berat sebelah
yaitu banyak memuat hak-hak pelaku usaha serta kewajiban konsumen. Tesis ini
menekankan masalah pertanggungjawaban pelaku usaha atas kerugian yang
diderita konsumen akibat klausul pembatasan tanggung jawab dalam perjanjian
baku, dan tidak jarang banyak memuat hak-hak pelaku usaha, bahkan
mengalihkan kewajiban-kewajiban yang seharusnya menjadi tanggungannya.
Tujuan dari penelitian ini, pertama
adalah mengkaji dan menganalisa
kekuatan mengikat perjanjian melalui media elektronik (e-contract) dengan
klausul pembatasan tanggung jawab dalam hukum perjanjian Indonesia; yang
kedua
, untuk mengetahui dan meneliti tanggung jawab pelaku usaha dalam
transaksi elektronik; dan ketiga,
mengetahui tanggung jawab pelaku usaha akibat
wanprestasi dalam kontrak elektronik jika dikaitkan dengan prinsip tanggung
jawab berdasarkan kesalahan (fault liability). Metodologi dalam penelitian tesis
ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach),
pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan asas hukum.
Berdasarkan hasil telaah terhadap bahan hukum yang ada, di ambil
kesimpulan sebagai berikut: Pertama
, Perjanjian melalui media elektronik dengan
klausul pembatasan tanggung jawab mempunyai kekuatan mengikat dalam hukum
perjanjian Indonesia. Hal ini karena sifat dari transaksi elektronik ini salah
satunya adalah tidak adanya tatap muka diantara para pihaknya, maka adanya
konsensus yang berarti persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak dalam
perjanjian sesuai Pasal 1320 BW tentang syarat sahnya perjanjian, mengakibatkan
perjanjian melalui media elektronik tersebut mempunyai kekuatan mengikat.
Kedua
yaitu : Kerugian konsumen akibat klausul pembatasan tanggung jawab
dalam transaksi elektronik yaitu dalam hal pelaku usaha membatasi tanggung
jawab atas kerugian konsumen atau bahkan tidak bertanggung jawab atas akibat
hukum tertentu yang menurut hukum seharusnya menjadi tanggung jawab dan
kewajibannya. Prinsip tanggung jawab pelaku usaha dalam hukum perlindungan
konsumen dapat digunakan untuk menganalisis pihak yang harus bertanggung
jawab serta menentukan besarnya ganti rugi yang dapat dibebankan kepada pihak
yang menimbulkan kerugian akibat klausula pembatasan dalam kontrak elektronik. Sehingga pelaku usaha (merchant) dalam kontrak elektronik dapat
dimintakan pertanggungjawaban secara hukum terhadap timbulnya kerugian
konsumen e-commerce. Ketiga
: Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan
dapat diterapkan dalam transaksi elektronik untuk menentukan tanggung jawab
pelaku usaha terhadap kerugian konsumen akibat wanprestasi terhadap isi
perjanjian yang telah disepakati (Pasal 1244 BW) maupun kerugian akibat
perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 BW). Berdasarkan prinsip tersebut maka
pelaku usaha yang menimbulkan kerugian konsumen dapat dimintakan
pertanggungjawabannya dengan pemberian kompensasi atau ganti rugi pada pihak
konsumen untuk tercapainya kembali kesetaraan hak dan kewajiban para pihak.
Hal tersebut masuk pada ranah keadilan korektif (remedial) yaitu berfokus pada
pembetulan sesuatu yang salah, bahwa ketidaksetaraan yang disebabkan akibat
pelanggaran kesepakatan, akan dikoreksi, dihilangkan dan berusaha membangun
kembali kesetaraan.
Sebagai saran dari tesis ini, yang pertama
bahwa pelaku usaha dalam
melakukan transaksi elektronik harus beritikad baik mulai dari membuat
perjanjian baku online dengan memperhatikan larangan pencantuman klausula
baku dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen; dalam menjual produk barang/jasanya; maupun
pada saat barang yang dibeli konsumen dikirimkan. Konsumen juga wajib
beritikad baik dalam melakukan pembayaran sehingga hak dan kewajiban masingmasing
dapat terwujud dengan baik tanpa ada hambatan. Kedua
; Pelaku usaha
dalam perjanjian baku online yang dibuatnya harus mencantumkan pilihan hukum
yang digunakan jika terjadi wanprestasi yang menimbulkan kerugian konsumen.
Yang terakhir
, Perlu dilakukan harmonisasi hukum antar negara bagi pelaksanaan
transaksi elektronik untuk menentukan kebijakan dan tindakan dalam
menyelesaikan masalah hukum yang timbul dalam pelaksanaan transaksi
elektronik. | en_US |