Show simple item record

dc.contributor.authorYULI ASTANTI
dc.date.accessioned2013-12-02T10:23:06Z
dc.date.available2013-12-02T10:23:06Z
dc.date.issued2013-12-02
dc.identifier.nimNIM030110301093
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/2489
dc.description.abstractKeresahan penduduk delapan desa semakin meningkat ketika, beberapa tokoh mereka ditangkap dan di bawa ke Koramil, dan pada saat penangkapan tersebut kepala desa memaksa penduduk delapan desa untuk menandatangani surat yang menurut mereka berisi pernyataan bahwa jika mereka menandatangani surat ini, maka pengukuran tanah akan dihentikan. Akan tetapi, setelah penduduk memberikan tanda tangan, beberapa hari kemudian Tim pengukur tanah dengan didampingi oleh aparat Polsek dan Koramil kembali lagi melakukan pengukuran di atas lahan penduduk, dan ternyata surat yang sudah ditandatangani oleh penduduk tersebut berisikan persetujuan bahwa penduduk tidak merasa keberatan tanahnya diukur. Hal ini ditambah lagi adanya ancaman dari kepala desa bahwa siapa saja yang tidak mau tanahnya diukur akan dihukum. Beberapa hari kemudian setelah tokoh-tokoh lokal seperti, Hudhori, Ma’ruf, dan Size dilepaskan, Tim pengukur tanah kembali melakukan pengukuran di Desa Planggaran Barat. Kembali penduduk memprotes tindakan Tim pengukur yang sedang mengukur tanah mereka. Atas kejadian ini pengukuran tanah untuk sementara dihentikan. Akan tetapi, pihak Polsek yang mendampingi Tim pengukur kembali lagi ke lokasi. Mereka mencari Hudhori yang di duga menjadi penghasut atas protes penduduk pagi tadi. Ketika sampai di rumah Hudhori dan tidak menemukan orangnya, aparat Polsek marah dan melimpahkan semua kekesalannya dengan masuk ke musalla tanpa melepaskan sepatu dan merusak peralatan pengeras di atas pohon mangga. Kejadian ini dimaknai oleh penduduk sebagai penghinaan terhadap agama yang mereka anut. Dengan secara tidak langsung kejadian ini semakin antipati terhadap Tim pengukur dan aparat Polsek dan koramil. Kekecewaan penduduk petani delapan desa yang telah dilanggar etika kesopanan dan harga diri mereka, yaitu agama dan kuburan yang sangat dihormati memuncak ketika Bupati Sampang mengeluarkan dugaan bahwa proses pembebasan tanah untuk pembangunan waduk Nipah mengalami hambatan ini disebabkan oleh kekhawatiran tokoh lokal/ulama terpotong fungsinya sebagai pemimpin informal. Dugaan yang negatif ini secara tidak langsung memicu kemarahan penduduk, karena mereka beranggapan bahwa aparat pemerintah sudah keterlaluan dalam melecehkan harga diri mereka, dimana kiai dan tokoh lokal dianggap sebagai pemimpin yang takut tidak berfungsi. Kemarahan,keresahan, dan kekecewaan penduduk delapan desa mencapai titik klimaksnya pada tanggal 25 September 1993, ketika Tim pengukur tanah dengan didampingi 20 aparat Polres dan Kodim melakukan pengukuran tanah di desa Planggran Barat. Dengan meneriakkan yel-yel para penduduk delapan desa mendesak Tim pengukur untuk menghentikan proses pengukuran. Guna membubarkan protes petani delapan desa aparat Polres dan Kodim melepaskan tembakan peringatan. Ketika melihat melihat petani delapan desa tetap mendesak maju ke lokasi pengukuran, aparat Polres dan Kodim melepaskan rentetan tembakan sungguhan. Akibat rentetan tembakan ini empat orang menjadi korban. Insiden yang menewaskan empat orang ini mengundang perhatian masyarakat luas. Seluruh tokoh-tokoh kiai melayangkan surat keprihatian pada gubernur Jawa Timur dan Menteri Dalam Negeri atas peristiwa tersebut, dan menuntut para pelakunya dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun, aparat yang bertanggung jawab atas insiden tersebut tidak pernah mendapat hukuman sesuai dengan kesalahannya. Mereka hanya dimutasikan atau ditarik kembali ke Markas Besar kesatuannya, bahkan Bupati Sampang, Bagus Hinayana, tetap menjalankan jabatannya sampai akhir jabatannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perlawanan petani delapan desa terhadap pemerintah yang menjalankan proses pembangunan waduk Nipah tidak pernah mengalami kemenangan. Mereka bahkan mengalami kerugian dengan kehilangan empat orang warganya yang meninggal saat insiden 25 September 1993.en_US
dc.relation.ispartofseries030110301093;
dc.subjectPERLAWANAN PETANI,... KABUPATEN SAMPANG MADURA TAHUN 1993en_US
dc.titlePERLAWANAN PETANI TERHADAP RENCANA PEMBANGUNAN WADUK NIPAH DI KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG MADURA TAHUN 1993en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record