Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa (Studi Kasus pada Siswa Kelas X7 SMA Negeri 1 Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi Mata Pelajaran Ekonomi Kompetensi Dasar Peran Bank Umum dan Bank Sentral Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)
Abstract
Kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa adalah indikator
keberhasilan dari penerapan model pembelajaran berbasis masalah. Berdasarkan hasil
observasi, kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa di kelas X7 SMA Negeri
1 Pesanggaran masih rendah. Hal ini dapat dilihat pada saat observasi, mereka masih
kurang terbuka untuk mengajukan pendapatnya, sehingga peningkatan kemampuan
berpikir kritisnya belum terlihat. Rata-rata skor kemampuan berpikir kritis siswa
sebesar 39,77% yang termasuk kategori rendah. Begitu pula ketuntasan hasil
belajarnya yang belum mencapai KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah. Rata-rata
skor siswa yang dicapai sebesar 71,67, sedangkan ketuntasan hasil belajarnya hanya
sebesar 63,64%. Kondisi tersebut mendorong guru untuk mengubah model
pembelajaran yang diterapkan, yaitu dari model pembelajaran konvensional diubah
menjadi model pembelajaran berbasis masalah. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa agar mencapai KKM yang
ditentukan oleh sekolah.
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model
pembelajaran yang menghadirkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari siswa
untuk dipecahkan dengan mengkaitkan permasalahan dengan materi pelajaran yang
telah dijelaskan oleh guru. Penerapan pembelajaran dengan model pembelajaran
berbasis masalah ini dilaksanakan dalam dua siklus. Pada pembelajaran siklus I guru menjelaskan poin-poin materi pelajaran kemudian menyuruh siswa untuk membentuk
kelompok diskusi. Setelah itu mereka mendiskusikan permasalahan yang diberikan
oleh guru dan mempersentasikan hasil diskusinya pada pertemuan kedua.
Pembelajaran pada siklus II sama dengan pembelajaran pada siklus I, hanya
saja pada siklus II penerapannya lebih ditekankan pada perbaikan pembelajaran pada
siklus I. Kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada siklus II dapat
meningkat dibandingkan siklus I. Materi yang digunakan pada siklus II merupakan
materi lanjutan dari siklus I.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK).
Subjek penelitiannya adalah siswa kelas X7 SMA Negeri 1 Pesanggaran yang
berjumlah 33 siswa. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
observasi, tes, wawancara, dan dokumentasi, sedangkan analisis datanya
menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Data-data yang diambil berupa
kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa ketika pembelajaran berlangsung.
Indikator kemampuan berpikir kritis siswa yang diobservasi meliputi: mengajukan
pertanyaan (masalah), memberikan argumen, menyimpulkan, dan memberikan
keputusan dan tindakan.
Berdasarkan hasil penelitian siklus I dan siklus II diketahui bahwa
penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dan hasil belajar siswa. Rata-rata skor kemampuan berpikir kritis siswa
meningkat dari 50,95% (siklus I) termasuk kategori sedang menjadi 64,58% (siklus
II) termasuk kategori tinggi. Ketuntasan hasil belajar secara individu maupun secara
klasikal juga mengalami peningkatan dan telah mencapai KKM yang telah ditetapkan
oleh sekolah. Rata-rata skor yang dicapai oleh siswa pada siklus I sebesar 76,36 dan
pada siklus II meningkat menjadi 78,64. Ketuntasan hasil belajar secara klasikal yang
dicapai oleh siswa sebesar 69,7% (siklus I) meningkat menjadi 81,82% (siklus II).
Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat disimpulkan bahwa penerapan
model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis