dc.description.abstract | Kabupaten Situbondo memiliki motto sebagai Kota SANTRI, yang berarti Sehat,
Aman, Nyaman, Tertib, Rapi dan Indah. Filosofi dari motto ini adalah keinginan
dari Pemerintah Daerah dan masyarakat Situbondo, agar Kabupaten Situbondo
bersih dan tertib, baik dari segi Fisik maupun non fisik (Bersih dari perampokan,
perjudian, pelacuran dan kejahatan lainnya). Pada tahun 2004 di Situbondo
dikeluarkan sebuah Perda tentang Larangan Praktek Pelacuran, yang tertuang
dalam Perda No. 27 Tahun 2004. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir praktek
pelacuran, dimana dari waktu ke waktu praktek pelacuran di Kota Situbondo telah
sampai pada titik yang cukup meresahkan. Praktek pelacuran yang beroperasi
tidak hanya di eks lokalisasi saja, tetapi telah merambah ke pinggir jalan Kota
Situbondo. Dalam implementasi Perda No. 27 Tahun 2004 ditemui beberapa
kendala, diantaranya adalah pemberian sanksi, sosialisasi dan disposisi
implementor kebijakan. Untuk itu sangat menarik untuk dikaji dan diteliti tentang
bagaimana implementasi Perda No. 27 Tahun 2004 tersebut. Dalam penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisa apakah Perda No. 27
Tahun 2004 telah dilaksanakan oleh aparat pemerintah dan ditaati oleh
masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitataif
dengan menggunakan pendekatan policy research (penelitian kebijakan) yang
merupakan penelitian terapan (applied research). Sedangkan tehnik pengumpulan
data dilakukan melalui metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Untuk
verifikasi dan validitas data dilakukan dengan metode triangulasi. Sedangkan
untuk model implementasinya digunakan model Edward III. Dari penelitian yang
telah dilakukan, implementasi Perda No 27 Tahun 2004 telah dilaksanakan namun
kurang optimal, dikarenakan terdapat kekurangan dalam implementasi Perda
tersebut, yaitu lebih pada faktor manusia. Untuk itu ada beberapa saran yang dapat
dikemukakan oleh peneliti kepada Pemerintah Kabupaten Situbondo, Pertama,
Perlu adanya perubahan pendekatan, pendekatan yang semula bersifat instruktif
kepada sasaran kebijakan, hendaknya diubah menjadi pendekatan yang sifatnya
negosiatif-persuasif. Kedua, Perlu adanya tambahan Sumber daya manusia dan
sumber dana. Ketiga, perlu adanya koordinasi dan konsolidasi antara lembaga
sejenis. Keempat, Perlu adanya birokrasi yang profesional dan diterima oleh
masyarakat. | en_US |