dc.description.abstract | Penyakit periodontal menduduki urutan kedua masalah gigi pada masyarakat
Indonesia. Salah satu tindakan dalam perawatan penyakit tersebut adalah
gingivektomi. Penyembuhan luka jaringan periodontal setelah gingivektomi
merupakan proses yang kompleks yaitu terdiri dari proses inflamasi, epitelialisasi dan
fase selular yang saling berpengaruh. Penggunaan bahan dasar dari alam cenderung
meningkat untuk mendapatkan jenis obat yang lebih baik dari segi ekonomi dan
kualitas. Salah satu bahan dasar dari alam yang sering digunakan tersebut yaitu
tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi linn) yang daunnya mengandung zat
saponin, tanin, dan flavonoid. Ketiga zat ini diketahui dapat mempengaruhi proses
penyembuhan yaitu epitelialisasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui potensi
ekstrak daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi linn) terhadap peningkatan
ketebalan epitel gingiva pasca gingivektomi pada tikus Wistar dan adanya perbedaan
potensi ekstrak tersebut pada konsentrasi 9%, 10,5% serta 12%.
Jenis penelitian ini yaitu eksperimental laboratoris dengan rancangan
penelitian The Post Test Only Control Group Design. Sampel yang digunakan yaitu
32 ekor tikus Wistar jantan. Sebelum dilakukan penelitian, Tikus Wistar
diadaptasikan selama 7 hari, di timbang, diberi makan dan minum secara ad libitum.
Kemudian dilakukan gingivektomi di gingiva bukal anterior rahang bawah. Sampel
dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol yang diberi placebo (K),
kelompok perlakuan yang diberi ekstrak daun Belimbing Wuluh konsentrasi 9% (P I),
10,5% (P II) dan 12% (P III). Pemberian ekstrak daun Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi linn) dilakukan secara peroral setiap hari dan dikorbankan pada hari ke-3 dan
viii
ke-7 sesuai kelompoknya dengan cara inhalasi eter. Kemudian dilakukan
pengambilan rahang bawah beserta jaringan gingiva dengan ketentuan dari distal gigi
Insisivus pertama kanan hingga distal gigi Insisivus pertama kiri. Selanjutnya
dilakukan prosesing histologi dan pewarnaan yang digunakan yaitu Haematoxylin
eosin. Ketebalan epitel diukur dari lapisan stratum korneum hingga stratum basal
menggunakan mikrometer grade pada mikroskop dengan perbesaran 400 x. Data hasil
penelitian diuji menggunakan uji two way anova dan LSD.
Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji homogenitas Levene didapatkan data
berdistribusi normal dan homogen. Hasil uji two way anova didapatkan ada
perbedaan bermakna pada ketebalan epitel antar hari dan antar kelompok.
Berdasarkan hasil uji LSD diketahui bahwa pada hari ke-3, epitel P.I.3, P.II.3, dan
P.III.3 lebih tebal secara signifikan dari pada K.3. Kemudian P.I.3, P.II.3, dan P.III.3
tidak terdapat perbedaan peningkatan ketebalan epitel yang signifikan antara satu
sama lain. Pada hari ke-7, P.I.7 tidak terdapat perbedaan peningkatan ketebalan epitel
yang signifikan dengan K.7. Sedangkan P.II.7 dan P.III.7 terdapat perbedaan yang
signifikan yaitu lebih tebal secara signifikan dari pada K.7. Kemudian P.I.7, P.II.7,
dan P.III.7 dibandingkan antara satu sama lain tidak terdapat perbedaan peningkatan
ketebalan epitel yang signifikan. P.II.7 dan P.III.7 terdapat nilai rata-rata ketebalan
epitel yang sama. Epitel K-7 lebih tebal secara signifikan dari pada K.3. Kemudian
P.I.3, P.II.3, dan P.III.3 tidak terdapat perbedaan peningkatan ketebalan epitel yang
signifikan terhadap K.7, P.I.7, P.II.7, dan P.III.7.
Pemberian ekstrak daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi linn) selama 3
hari berpotensi meningkatkan ketebalan epitel gingiva pasca gingivektomi pada Tikus
Wistar. Pemberian ekstrak daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi linn) selama 3
hari tidak menunjukkan perbedaan potensi peningkatan ketebalan epitel antar
konsentrasi 9%, 10,5% dan 12%. Namun Pemberian ekstrak daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi linn) selama 7 hari menunjukkan perbedaan potensi peningkatan
ketebalan epitel antar konsentrasi 9% dengan 10,5% dan 12%. | en_US |