KETIDAKADILAN GENDER NOVEL PEREMPUAN DI TITIK NOL KARYA NAWAL EL-SAADAWI
Abstract
Penelitian ini difokuskan untuk menjawab rumusan masalah yaitu, 1)
Bagaimana unsur-unsur struktural yang terdapat dalam novel Perempuan di Titik Nol
karya Nawal el-Saadawi yang meliputi judul, tema, penokohan dan perwatakan, latar,
serta konflik? 2) Bagaimana manifestasi ketidakadilan gender yang terdapat dalam
novel Perempuan di Titik Nol karya Nawal el-Saadawi yang meliputi marginalisasi,
subordinasi, sterotipe, kekerasan, dan beban kerja?. Tujuan penelitian yaitu: 1)
Mendeskripsikan unsur-unsur struktural yang membangun novel Perempuan di Titik
Nol karya Nawal el-Saadawi yang meliputi judul, tema, penokohan dan perwatakan,
latar serta konflik; 2) Mendeskripsikan analisis ketidakadilan gender yang ada dalam
novel Perempuan di Titik Nol karya Nawal el-Saadawi yang meliputi marginalisasi,
subordinasi, sterotipe, kekerasan, dan beban kerja. Metode yang digunakan metode
kualitatif deskriptif. Adapun langkah-langkah metode kualitatif deskriptif dalam
penelitian ini sebagai berikut: 1) membaca novel secara keseluruhan; 2)
mengidentifikasi dan mengolah data dengan mengklasifikasikan data-data yang
berhubungan dengan unsur-unsur struktural; 3) mengumpulkan data-data yang
diperoleh berdasarkan pokok permasalahan penelitian; 4) memilah data-data sesuai
masalah penelitian; 5) mengidentifikasi dan mengolah data dengan
mengklasifikasikan data-data yang berhubungan dengan ketidakadilan gender; 6)
melakukan analisis struktural; 7) melakukan analisis ketidakadilan gender; 8) menarik
kesimpulan dari analisis tersebut.
Hasil analisis dari penelitian ini adalah judul. Judul novel Perempuan di Titik
Nol karya Nawal el-Saadawi menunjukkan keadaan atau suasana. Tokoh Firdaus
mengalami keadaan yang benar-benar berada pada posisi psikis paling rendah. Tema
mayor adalah perjuangan seorang pelacur yang menginginkan kebebasan sejati.
Sedangkan tema minor yaitu, kebobrokan moral pemimpin dapat menyebabkan
penderitaan rakyat, kebaikan tidak selamanya dilakukan dengan ikhlas. Tema mayor
dan tema minor tersebut memiliki keterkaitan dan saling mendukung.
Tokoh utamanya adalah Firdaus. Firdaus merupakan tokoh yang memiliki
watak datar (flat character) karena tidak mengalami perubahan watak. Dari awal
sampai akhir cerita Firdaus memiliki watak yang tegar dan berani. Tokoh utama
didukung oleh tokoh bawahan. Tokoh bawahan yang banyak berhubungan dengan
tokoh utama adalah ayah Firdaus, ibu Firdaus, paman Firdaus, Syekh Mahmoud,
Bayoumi, Syarifa, Fawzi, Ibrahim, dan Marzouk. Tokoh Bayoumi dan Ibrahim dalam
novel tersebut berwatak bulat (round character) karena mengalami perubahan watak,
sedangkan tokoh lain dalam novel tersebut berwatak datar (flat character) karena
tidak mengalami perubahan watak.
Penggambaran latar meliputi latar tempat, latar waktu, latar sosial. Latar
tempat terjadi di Penjara Qanatir, rumah paman Firdaus, rumah Syekh Mahmoud, dan
apartemen. Latar waktu terjadi pada pagi hari dan malam hari. Sedangkan latar sosial
mengambil kebudayaan pelacuran di Mesir. Di dalam novel digambarkan kebobrokan
lelaki di Mesir.
Konflik yang ada yaitu konflik fisik dan konflik batin. Konflik fisik yaitu
antara manusia dan manusia terjadi antara Firdaus dengan Bayoumi, dan Firdaus
dengan Marzouk. Konflik antara manusia dan masyarakat dialami oleh Firdaus
dengan polisi. Konflik antara manusia dan alam tidak terdapat dalam novel
Perempuan di Titik Nol. Konflik batin dibagi menjadi dua yaitu konflik batin ide
dengan ide tidak terdapat dalam novel sedangkan konflik antara manusia dengan kata
hatinya dialami oleh Firdaus saat ia mendengar berita dari karyawan perusahaan
bahwa Ibrahim sudah bertunangan.
Analisis pragmatik yang dititikberatkan pada ketidakadilan gender meliputi:
marginalisasi, subordinasi, sterotipe, kekerasan, dan beban kerja. Marginalisasi
dilakukan oleh tokoh istri paman Firdaus dengan menikahkan Firdaus dengan Syekh
Mahmoud. Marginalisasi juga dilakukan tokoh Marzouk terhadap Firdaus dengan
mengambil hasil kerja Firdaus sebagai pelacur. Selain dari istri pamannya dan
Marzouk, Firdaus juga mengalami marginalisasi dari Syarifa. Firdaus dijadikan
sebagai pelacur dan hanya mendapat rasa sakit, sedangkan Syarifa mendapatkan
uangnya.
Subordinasi dilakukan oleh Syekh Mahmoud terhadap Firdaus dengan
menyuruh Firdaus melakukan pekerjaan domestik yang terlalu berat. Subordinasi
juga dilakukan Marzouk terhadap Firdaus dengan menjadikan Firdaus sebagai “alat”
untuk menghasilkan uang.
Sterotipe dialami Firdaus saat pamannya berusaha menyentuh tubuhnya
dengan berbagai cara. Firdaus mendapat pelebelan negatif karena ia membiarkan
galabeyanya terbuka. Sterotipe juga dilakukan Bayoumi dengan mengatakan bahwa
Firdaus adalah perempuan jalang. Sterotipe juga dilakukan Di’aa terhadap Firdaus
dengan mengatakan bahwa Firdaus wanita tidak terhormat.
Kekerasan meliputi bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk
dalam rumah tangga yang dilakukan Syekh Mahmoud terhadap Firdaus, tindakan
pemukulan dan serangn fisik yang terjadi di rumah tangga yang dilakukan ibu Firdaus
dan Syekh Mahmoud terhadap Firdaus. Kekerasan fisik juga dialami ibu Firdaus yang
dilakukan oleh ayah Firdaus. Bentuk penyiksaan yang mengarah kepada organ
kelamin dilakukan ibu Firdaus saat ia memotong organ kelamin Firdaus, kekerasan
dalam bentuk pelacuran dilakukan Syarifa dan Marzouk dengan mengambil hasil
yang lebih besar dari kerja Firdaus, kekerasan dalam bentuk pornografi tidak terdapat
dalam novel Perempuan di Titik Nol, kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi
dalam Keluarga Berencana tidak terdapat dalam novel, kekerasan terselubung
dilakukan oleh paman Firdaus, Di’aa dan Marzouk terhadap Firdaus, dan pelecehan
seksual berupa kata-kata kasar dilakukan oleh Bayoumi, Di’aa, dan polisi.
Beban kerja dialami Firdaus sejak ia kecil sampai ia menikah dengan Syekh
Mahmoud. Setiap hari ia melakukan pekerjaan domestik yang berat. Dari keseluruhan
analisis struktural dan pragmatik dapat diketahui bahwa antara unsur-unsur itu ada
keterkaitan yang erat.
Manfaat yang dapat diperoleh dalam menganalisis pragmatik tersebut bahwa
untuk menghentikan berbagai jenis ketidakadilan gender adalah kaum perempuan
harus memiliki kesempatan dan hak yang sama dengan laki-laki agar marginalisasi
yang sering dialami perempuan tidak terjadi. Perempuan harus memiliki pendidikan
yang tinggi agar dalam masyarakat dapat diterima sehingga tidak terjadi subordinasi.
Perempuan harus memiliki potensi diri agar dapat menghilangkan sterotipe yang
disandangnya. Untuk menghindari kekerasan, perempuan harus berani memberikan
penolakan terhadap pelaku kekerasan fisik maupun psikis, dan perempuan harus
mendapat pembagian kerja yang jelas agar tidak terjadi beban kerja yang tidak jelas.