KEARIFAN LOKAL DALAM NOVEL MANUSIA LANGIT KARYA J. A. SONJAYA (SUATU PENDEKATAN ANTROPOLOGI SASTRA)
Abstract
Manusia Langit adalah novel yang berlatar kehidupan salah satu suku di
Pulau Nias. Novel tersebut menceritakan tentang nilai harga diri dalam lingkup
kebudayaan. Penganalisisan ini mempunyai dua tujuan yaitu mendeskripsikan
keterjalinan unsur-unsur dalam novel dan mendeskripsikan kearifan lokal yang
terdapat dalam novel Manusia Langit. Metode yang digunakan dalam penganalisisan
ini adalah pendekatan struktural dan pendekatan antropologi sastra. Pendekatan
struktural dapat mengungkapkan unsur-unsur yang ada dalam novel Manusia Langit
karya J. A. Sonjaya. Antropologi sastra merupakan pendekatan yang dapat
mengungkapkan ragam kebudayaan masyarakat tertentu dalam karya sastra.
Pendekatan struktural yang digunakan meliputi judul, tema, penokohan dan
perwatakan, konflik, serta latar atau setting. Judul dalam novel Manusia Langit karya
J. A. Sonjaya memiliki dua pengertian antara pengertian Mahendra dengan Ama
Budi. Tema mayor novel Manusia Langit adalah harga diri menjadi suatu hal yang
penting dan dijunjung tinggi dalam lingkup suatu kebudayaan tertentu. Terdapat dua
tema minor dalam novel Manusia Langit yaitu cinta harus berakhir demi harga diri
dan pengorbanan untuk mempertahankan kebahagiaan keluarga dan harga diri. Tokoh
utama dalam novel Manusia Langit adalah Mahendra. Tokoh bawahan yaitu Yasmin,
Ama Budi (ayah angkat Mahendra), Sayani, dan Saita. Konflik dalam novel meliputi
konflik manusia dan manusia, konflik antara manusia dan masyarakat, konflik antara
manusia dan alam, konflik antara ide satu dengan ide yang lain, dan konflik antara
seseorang dengan kata hatinya.
Latar tempat dalam novel Manusia Langit ada dua yaitu di Pulau Nias dan
Yogyakarta. Latar tempat di Pulau Nias meliputi desa Banuaha, Gunung Sitoli, dan
Rumah Ama Budi, sedangkan di Yogyakarta meliputi Kampus, Cineta, dan Kantin.
Sedangkan, latar waktu meliputi musim penghujan dan musim kemarau. Latar sosial
meliputi kehidupan kalangan ekonomi menengah ke atas dan ke bawah.
Penganalisisan antropologi sastra dalam novel Manusia Langit
mengungkapkan kearifan lokal yang ada pada masyarakat suku Banuaha. Kearifan
lokal yang digunakan dalam penganalisisan meliputi hukum adat, sistem kekerabatan
dan kemasyarakatan, nilai tinggi sebuah harga diri, upacara adat, perkawinan dan
mahar, serta arsitektur tradisional. Penganalisisan juga mengungkapkan mitos yang
ada pada masyarakat suku Banuaha meliputi mitos tentang manusia pertama, roh
halus pemakan bayi, kekuatan roh halus, moyo dan batu serta pergeseran nilai
kearifan lokal sesuai dengan perkembangan zaman yang meliputi pengaruh masuknya
agama Kristen terhadap kebudayaan lokal suku Banuaha, pendobrakan terhadap nilai
harga diri dan rasa penerimaan (negosiasi) masyarakat suku Banuaha terhadap
perbedaan suku.
Hukum adat meliputi masalah tindakan dan sanksi yang harus diterima bagi
yang melanggar. Mahendra harus membiasakan diri melihat perempuan bertelanjang
dada karena jika melihatnya dengan birahi akan mendapat denda sesuai hukum adat
yang berlaku di desa Banuaha. Bagi masyarakat suku Banuaha untuk melakukan
sebuah pernikahan ada perhitungan khusus yang disebut jujuran yang harus disiapkan
seorang laki-laki untuk melamar seorang gadis. Budi yang tidak mengikuti adat saat
ingin menikahi gadis pilihannya harus terusir dari desa Banuaha sebagai sanksi atas
perbuatannya. Mahendra pun dikenakan sanksi saat pengungkapannya tentang periuk
sebagai kuburan bayi masyarakat suku Banuaha pada masa lalu meyebabkan
kemarahan masyarakat suku Banuaha.