Show simple item record

dc.contributor.authorEDY MULYONO
dc.date.accessioned2014-01-23T23:48:48Z
dc.date.available2014-01-23T23:48:48Z
dc.date.issued2014-01-23
dc.identifier.nimNIM030110301031
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/22749
dc.description.abstractPembauran atau asimilasi merupakan suatu proses yang dapat dikatakan panjang. Panjang pendeknya waktu sangat relatif, tergantung pada dua hal, yaitu; perbedaan corak budaya dan kemauan dari kedua belah pihak. Kadang kala kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan, dimana perbedaan corak budaya yang menyolok akan berpengaruh pada kemauan dari kedua belah pihak. Akan tetapi, bila kedua pihak memiliki rasa superioritas yang tinggi pihak yang satu akan sulit menerima kultur yang lain, begitu sebaliknya. Guna mencapai bentuk asimilasi, maka perbedaan yang ada harus dilebur. Untuk melebur perbedaan yang dapat dilakukan adalah memahami latar belakang kultur masing-masing budaya di kedua belah pihak. Dengan melihat uraian yang sudah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya dapat diperoleh gambaran tentang proses integrasi etnis Tionghoa keturunan di Kecamatan Bondowoso. Dengan adanya peraturan pemerintah tentang status kewarganegaraan, meskipun terdapat unsur pemaksaan, dapat membuat etnis Tionghoa keturunan melakukan integrasi dengan masyarakat setempat. Meskipun harus dibayar mahal oleh etnis Tionghoa keturunan dengan dibatasi aktivitas mereka selain hanya di bidang perekonomian. Tetapi setelah peraturan itu turun pada anak-anak mereka, peraturan itu sudah tidak dirasakan lagi sebagai suatu peraturan, karena anak-anak tersebut sudah biasa melaksanakan sejak kecil. Bahkan strategi integrasi antara etnis Tionghoa keturunan dan penduduk lokal di Bondowoso, yaitu Madura dan Jawa berdampak pada terjadinya asimilasi antara etnis Tionghoa keturunan dengan budaya masyarakat lokal. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari etnis Tionghoa keturunan di dua desa tersebut. Sebagai alat komunikasi dalam memperlancar pemahaman antarhubungan sosial etnis Tionghoa keturunan di Kecamatan Bondowoso lebih banyak menggunakan bahasa lokal seperti Bahasa Madura dan Jawa. Pengunaan bahasa lokal ini menggambarkan bahwa etnis tionghoa keturunan berusaha untuk berbaur dengan masyarakat lokal. Sehingga tidak dirasakan adanya perbedaan budaya dari segi penggunaan bahasa. Komunikasi antara mereka pun dapat berjalan lancar. Proses integrasi masyarakat etnis Tionghoa keturunan di Bondowoso dalam kehidupan bersama dengan masyarakat Madura sedikit banyak membawa implikasi terhadap kehidupan masyarakat baik bagi masyarakat etnis Tonghoa keturunan sendiri maupun masyarakat Madura. Dampak yang nyata akibat integrasi masyarakat etnis Tionghoa keturunan dengan masyarakat Madura adalah adanya asimilasi budaya (akulturasi), dan asimilasi perkawinan. Ada banyak hal yang membentuk asimilasi seperti, perilaku ekonomi, pendidikan, dan pergaulan. Ketiga hal tersebut dapat membentuk asimilasi karena dapat mengarahkan etnis Tionghoa keturunan untuk melakukan interaksi secara langsung dengan masyarakat lokal. Mereka dapat saling bertukar pikiran dalam banyak hal baik menyangkut kehidupan sehari-hari, menurut sudut pandang masingmasing etnis maupun kebiasaan atau budaya mereka, sehingga dari sini akan terjadi saling memahami diantara etnis berbeda. Hal ini akan membuka wawasan bagi mereka, terutama bagi etnis Tionghoa yang memiliki eksklusifisme dan etnosentrisme yang tinggi. Perubahan pola kebudayaan etnis Tionghoa keturunan tidak hanya terjadi pada perubahan pemakaian bahasa lokal dalam komunikasi sehari-hari, tetapi terjadi juga dalam hal dalam keyakinan agama. Banyak di antara etnis Tionghoa keturunan di dua desa memeluk agama Islam yang menjadi agama mayoritas masyarakat lokal. Agama Islam sebagai agama yang dipeluk oleh mayoritas pribumi di Kabupaten Bondowoso dapat berfungsi sebagai faktor pendorong bagi terciptanya asimilasi muslim Tionghoa terhadap pribumi, yang dibuktikan oleh berbagai aspek tingkah laku kemasyarakatan seperti; minoritas muslim Tionghoa diterima baik oleh pribumi., Bahkan etnis Tionghoa yang beragama islam semakin meningkat sekitar 57,1 persen di daerah blindungan dan didaerah Debesah mencapai 78,3 persen. Dalam perubahan agama ini orang Tionghoa keturunan masuk dalam jajaran elit keagamaan, yaitu menjadi kiai. Sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam bab 3, salah satu etnisen_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries030110301031;
dc.subjectasimilasi etnis tionghoa keturunan, masyarakat maduraen_US
dc.titleSIMILASI ETNIS TIONGHOA KETURUNAN DENGAN MASYARAKAT MADURA DI KECAMATAN KOTA BONDOWOSO TAHUN 1998-2003en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record