KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA PETANI PENGELOLA KEBUN RAKYAT DI DESA MULYOREJO KECAMATAN SILO KABUPATEN JEMBER
Abstract
Ketimpangan distribusi pendapatan merupakan peristiwa yang lazim
ditemui pada negara yang sedang berkembang. Ketimpangan biasanya diikuti oleh
kondisi kemiskinan yang terjadi pada suatu daerah. Ketimpangan distribusi
pendapatan pada penelitian ini menggunakan tolok ukur pendapatan rumah tangga
petani pengelola kebun rakyat yang menggunakan lahan kelola kebun rakyat
sebagai sumber mata pencaharian. Keberlangsungan aktivitas pertanian
masyarakat membutuhkan sistem yang mengatur dan memberikan perlindungan
baik perlindungan sosial maupun ekonomi. Dalam hal ini kelembagaan berfungsi
sebagi sistem yang memperkuat hubungan individu maupun kelompok dalam
upaya untuk memitigasi timbulnya indikasi kemiskinan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui besaran ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi
kemudian mengindikasi kemiskinan yang berpotensi pada rumah tangga petani,
selanjutnya menelusuri hubungan antara pendapatan dengan variabel biaya
angkut, luas lahan, jarak rumah dengan pasar, dan pendidikan. Selanjutnya
berdasarkan pada hasil hubungan tersebut akan diidentifikasi mengenai peranan
modal sosial dan kelembagaan untuk memitigasi terjadinya kemiskinan.
Pada lingkup yang lebih sederhana, berfokus pada desa Mulyorejo.
Ketimpangan dapat terjadi ketika distribusi aset menjadi tidak merata terutama
pada pengelolaan lahan. Ketimpangan yang serius dapat mengarah pada masalah
kemiskinan. Pada penelitian ini digunakan indeks gini untuk mengukur
ketimpangan distribusi pendapatan. penggunaan indeks gini menunjukkan hasil
bahwa terjadi ketimpangan yang sedang di desa Mulyorejo. Angka
ketidakmerataan menunjukkan 0,357 dengan distribusi lahan sebesar 0.390577.
Hal ini mengarah pada ketidakseimbangan kepengelolaan lahan yang ada
sehingga terdapat ketimpangan kepengelolaan lahan. Berangkat dari masalah
tersebut penelitian ini mengindikasi kondisi kemiskinan dengan menggunakan
proporsi orang miskin yang diperkuat dengan kemiskinan multidimensi dimana
tidak hanya menggunakan indikator pendapatan saja namun menggunakan
indikator sosial seperti infrastruktur, pendidikan, sanitasi, ketersediaan air bersih,
dan lain-lain.
Mengacu pada ketimpangan distribusi pendapatan, analisis untuk
memperlihatkan adanya pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel biaya angkut,
luas lahan, jarak rumah dengan pasar, dan pendidikan dikemukakan pada bab
selanjutnya. Hasil yang ditunjukkan dengan menggunakan regresi berganda,
terdapat pengaruh pada biaya angkut, luas lahan, dan pendidikan, namun tidak ada
pengaruh yang terlihat pada jarak pasar dengan rumah penduduk.
Selanjutnya berangkat dari variabel yang berpengaruh pada pendapatan,
dianalisis peranan kelembagaan dan modal ekonomi terhadap ketiga variabel
tersebut dalam upaya prevalensi kemiskinan dengan tujuan dapat memitigasi
potensi kemiskinan yang semakin parah. Pada aras yang sama, analisis yang
digunakan adalah kualitatif. Sementara itu hasil menunjukkan bahwa peranan
kelembagaan dan modal sosial sangat penting dalam menciptakan sinergi antara
kelembagaan formal dan non formal. Terciptanya sinergi yang baik dapat
memperbaiki pola pikir masyarakat dan mempermudah masyarakat untuk
meningkatkan produktivitas pertanian melalui pemberdayaan dan pelatihan.
Namun tidak itu saja, terbentuknya modal sosial juga dapat memberi pengaruh
yang besar pada masyarakat terutama rumah tangga petani dalam menjangkau
pasar, terutama dalam mendapatkan informasi pasar. Bahkan melalui
kelembagaan yang baik dapat menciptakan kerja sama dalam mendapatkan
pendidikan.